Dear hiu bermahkota,
Apa kabarmu disana? Semoga baik- baik saja. Kota ini terasa senyap, saat kau
tinggalkan kata-kata perih di balik senja. Perlahan lampu-lampu
kota dinyalakan, dan aku masih berdiri diantaranya. Bandung
tidak lagi sehangat dulu, saat kau mengajakku bercerita tentang ikan duyung
berselendang dan hiu bermahkota. Saat itu aku begitu bahagia, kau seperti
hendak mencipta dunia diatas dunia.
Aku masih berdiri saja disini dan kuharap
kamu pun masih berdiri disana, dalam jarak yang tak bisa aku hitung. Kita akan
berdiri bersama- sama menatap senja dengan hati kita yang sendiri-sendiri. Kita
pun akan setia melawan riak pada buih yang berputar- putar di permainkan ombak.
Apakah kau masih sama dengan ku? Berdiri
mematung menatap pendar matahari tua dikepalamu.?Kaupun sempat melambaikan
tangan perlahan saat senja berpamitan. Saat itu mungkin saja, kau sedang berkaca untuk
melukis wajahmu sendiri. Dan kau tak temukan lagi wajahku disana, karena matamu tak
akan sanggup menembus gejolak di bathinmu yang lain.
Kaupun memicingkan matamu untuk kesekian kali, berharap perih tak lagi menyambangi. Kaupun menepis detak yang terus yang berahasia pada alam. Lalu kau tutup kedua
mata indahmu, tak kala langit menyuruhmu berkaca. Wajahmu setengah lelah saat doa tak kuasakan air mata.
Kau merasa sendirian saat itu, meskipun kau tak pernah sendirian.
Ilusimu semakin menepi, berbaur
hanyut dalam khayalan. Imajimu melayang seperti bertukar sukma mengejar
pelangi. Satu persatu kau sibakan warnanya, mencoba menembus ruang dan
waktu.Tetap saja kau merasa rapuh dan tak bisa mengehentikan hari. Kau menaruh
hati pada mata jelaga senja saat kau lepaskan ikatan peluk pada langit
cakrawala.
Kau masih berdiri disana dengan
hatimu yang timbul tenggelam. Seperti ombak yang terapung-apung dan nampak timbul dan tenggelam. Kau terus
berlari dengan keyakinananmu. Kau telah mencipta jejak pada hikayat semesta,
tentang rahasia yang kau coba lupakan. Tentang luapan hati yang tak mampu
melawan logika. Dan harapan-harapan kosong yang sirna dari segala pertanda.
Jika kau masih dititipkan Tuhan rasa,
maka bisikan saja bait rasa itu, pada siluet senja di kaki langit. Biarkan
mengalir saja dan tak perlu kau beri
judul satu persatu. Ataupun mencoba mendefinisikannya. Kelak akan tiba waktunya, aku datang menemuimu bersama angin, dan
merangkai kata-katamu menjadi sebuah kalimat “Aku masih tetap menunggumu disini” Bandung, 07 Desember 2018.
# Day9 (tema pengganti)
#BPN30DayChallange2018
#bloggerperempuan
#ceritafiksi
#suratuntukseseorang
#pertemuansenja
4 komentar
sangat romantis
that's right hehe
Hi
Hi Moh,
thanks f u visit my blog
Posting Komentar