Idea-idealy

Create and share all of ideas

WANITA SECANGKIR TEH PART 4-6

Share:

4. RUANG RAHASIA
Kerjaanku lumayan banyak tapi itu tak penting. Aku selalu mengerjakannya meski aku sangat lelah karena harus berbagi waktu dengan kuliahku di hari sabtu. Hatiku kadang sedih jika aku harus melewatinya sendirian tetapi semua itu cukup membahagiakan ku, hubungan kerjaku dengan staf, mahasiswa dan dosen baik- baik saja. Namun aku memang sendirian aku merasa tak ada teman untuk berbagi. Memang hidup disini itu sebagian sebagian tak bisa dinilai utuh atau sama. Sebagian orang berdiri sendiri, sebagian lagi berkerumun, sebagian orang menjadi mata untuk orang lain, sebagian lagi menjadi telinga, tangan dan kaki.Tetapi jarang sekali aku melihat hati disini, hati untuk dirinya apalagi untuk orang lain. Sebagian orang menuntutku bicara banyak, sementara yang lain menyuruh bungkam. Beberapa orang ingin didengarkan bahkan sebagian lagi memaksa didengarkan dan ditiru.Terkadang aku kelelahan tetapi tetap berjalan. Pelan pelan saja terkadang kesana kemari, berubah rubah, mencoba mengelabui hatiku bahkan dunia, mengikuti permainan hanya untuk melanjutkan hikayatku biar aku tak tamat sebelum episodenya berakhir. Aku terlahir seperti tanpa identitas.Tanpa nama depan atau belakang. Aku merekayasa diriku sendiri untuk keamananku sebab kutahu berapa harga diriku disini. Aku merasa tak penting. Aku tak butuh pistol untuk membunuh memoriku tetapi aku  hanya butuh tinta dan penghapus saja untuk mencatat kebahagianku dan menghapus kesedihanku.Aku seperti berjalan diatas angin melewatkan waktu yang kesulitan ku beri makna, kutinggalkan setiap detak dengan tampa jiwa, terkadang membebaniku.Namun hidup harus tetap berjalan suka atau tidak suka kita harus melewatinya.Nikmati dengan keterbatasan rasa dan carilah kebahagian dengan caranya sendiri.Mengenai kebahagiaan sudah lama aku tak mengenalnya.Bahkan aku tak terlalu peduli dengan keberadaannya.Tetapi setidaknya aku berterima kasih pada Tuhan atas semua waktu dan kekesempatan juga takdirnya.

Mungkin terlalu banyak luka yang kudapatkan hingga aku tak bisa merasakan apapun.Namun saat ini aku merasakan ada hal lain di hatiku.Yang kusembunyikan rapat rapat dan tak boleh akan menjadi bagian terpenting dalam sejarah hisupku.Ruang ini cukup aku yang tahu setiap hati memiliki rahasianya sendiri.Kurasa inilah hak setiap manusia.Hak yang dilandasi oleh kaidah norma, etika dan batasan.Lama aku tak merasakan detak ini.Detak yang seperti memberikan sinyal kehidupan, seolah menarik bibirku ku untuk selalu tersenyum jika bertemu dengannya.Dimana saja ditangga gedung, diruang dosen, diruang seminar, diruang kuliah, bahkan di lorong sempit saat kulihat dia berjalan pun aku tersenyum.Aku selalu mengingatnya, cara dia bicara, dan cara dia menanggapi sesuatu.Aku selalu tersenyum dan riang membantunya, apapun yang dia perlukan. Ketika kesibukan melandaku aku selalu ada untuknya.Pastikan teleponnya, sms atau emailnya selalu aku simpan dengan baik dan tak pernah kuhilangkan.Setiap instruksi dia adalah sapaan hangatnya.

Partikelnya mampu menarik setiap pendar cahaya bintang dan memancarkan energinya bahkan pada saat tersulit yang kurasakan.Ditambah dengan menahan rasa yang sama sekali tak kupahami apa maknanya.Rasaku padanya seperti percikan air hujan yang membasahi padang tandus.Sejuk sunyi dan menggairahkan.Aku seperti berlari jauh dan terhenti pada sosok yang terlalu banyak disukai mahasiswa. Aku masih mengingatnya semua tentangnya.Saat dia menemui ke mejaku untuk minjam sesuatu absensi, silabus,  kertas, pointer, minta photo copy soal, apapun itu.Matanya bicara, indah, tulus, apa adanya, dan sangat menusuk kehatiku bahkan kejantungku.Jujur saja aku bahagia dengan semua itu.Terkadang aku kesulitan menyembunyikannya tetapi aku selalu berhasil menutupi semua kegalauan dan kenervousanku dengan sikap yang wajar.Padahal aku sangat ketakutan oleh semua jika bicara lama lama memandang dan bicara dengannya.Aku takut orang mengetahui perasaanku.

Mungkin ini adalah sebuah dosa.Tapi dibelahan mana ku mencipta dosa? Keadaan ini begitu saja berjalan bagai angin tanpa bisa kuhentikan.Kami memiliki rahasia pada mata mata yang saling menatap, kami tak pernah bisa mengartikannya sampai sekarang.Tetapi hal ini teramat menyenagkan.Lama aku tak merasakan hal ini setiap detik begitu menusuk jantungku dan terasa hampa jika ini harus berakhir.Kami pun memiluki rahasia pada senyuman itu yang begitu indahnya hingga terkadang tak menyadari bahwa sekitar kami terlalu banyak orang yang memperhatikan tentunya mereka tidak buta untuk melihat nya.Namun aku tak pernah rela senyum itu hilang jika bisa aku ingun mengantonginya dan menyembunyikan nya dalam hatiku aku tak ingin kehilangan senyum itu. Aku dan dia memiliki rahasia pada kesunyian, pada tangan yang bersentuhan, pada kata kata yang bersimbol, pada setiap anggukan kepala, pada berlembar lembar papper, pada ruang ruang sepi, pada pesan pesan singkat, pada permainan waktu,pada waktu makannya,pada secangkir teh yang khusus ku siapkan ununtukny juga pada setiap gesture rahasia yang hanya aku dan dirinya yang tahu.


Aku adalah asisten pribadi rahasianya yang kusembunyikan rapat rapat dari hiruk pikuk publik.Aku yang menyiapkan semua kebutuhannya, mengingatkan setiap kalendernya juga kesehatannya bahkan sudah sampai pada tahap mendoakannya untuk setiap kelancaran, kesuksesan dan kebahagiaannya juga keluarganya.Aku begitu ikhlas dan bahagia melaluinya.Mungkin ini terkesan mengada ngada atau biasa saja tetapi percayalah ini adalah alasan kenapa aku bertahan dan alasan itu tak pernah keluar dari sekat tenggorokanku.Tetapi ini adalah wajar bukankah karena cinta orang sulit dimengerti bukan? Tetapi ini bukan cinta aku tak berani menyimpulkannya.Sebut dan terima saja ini adalah rasa empati setidaknya sebutan ini mungkin bisa mengganti waktu yang hampir habis ku tempuh tampa kesia-sian juga mengurangi beban bersalahku pada publik.Kesalahan yang manakah?Aku tak menemukannya semuanya sesuai kaidah norma aku tak melakukan kejahatan.Aku juga tak pernah salah meletakan hati pada orang. Meski di akhir permainan ini orang orang akan menganggap norak dan picisan lalu beramai ramai mencari kesalahanku. Aku sudah tahu kemana arus ini, dibalik diam atau senyuman aneh orang orang itu, mereka sedang menggali kuburanku, berniat membunuh masa depanku. Aku hanya akan berakhir dengan seperti ini saja, sebatas ini saja, sejauh ini saja, sepanjang mereka membutuhkan tenagaku, aku hanya dipaksa bertahan sebentar saja, kemudian dihancurkan pada alasan yang diketahui bersama. Habis masanya kontraknya. Di gunjingkan. Diasingkan. Diabaikan lalu dibinasakan. Dibuang. Tinggal kenangan atau tanpa kenangan sekalipun.Musnah.

Aku sudah menyimpan dan menemukan banyak kemungkinan dan rahasia. Hidup berputar putar diantaranya. Aku seperti dibenamkan pada sisi yang menyulitkan. Seperti memiliki dunia yang siap dijalankan namun siap diakhiri. Aku tak cukup bahagia dengan ini semua. Aku seperti dicetak untuk mengisi kursi kosong biar tidak terlihat kacau namun aku merasakan telah dipermainkan oleh takdirku sendiri. Aku seperti diadakan namun bersiap ditiadakan. Ditinggikan kemudian direndahkan. Hidup tanpa kompetensi dan rasa aman adalah racun bagiku yang siap mengantarkan pada kematianku.Aku tak bisa lagi mengkristalkan air mata ini menjadi sebongkah es yang kutahan tahan agar tidak mencair ditempat ini, air mata ini jatuh begitu saja hingga kering kerontang bathinku ini, tetapi ini juga sempat kusembunyikan. Dengan apapun yang terjadi padaku mereka tak akan pernah mengerti dan menerima. Aku tetap akan kandas dan lepas tanpa penjelasan. Keputusanku untuk mengalihkan luka hati itu adalah tepat, dengan meminjamkan sisi hatiku yang lain, untuk kebahagianku yang lain.Walau pada suatu saat yang bersamaan, aku pasti akan kehilangan keduanya. Entahlah berapa lama suatu saat nanti aku akan move.Tetapi hidup tetap berlalu seperti pohon yang tak bisa menahan dedaunannya, untuk jatuh berguguran karena masa, padahal saat bersamaan kicau burung gereja masih bertengger diatasnya.Desir angin tetap berhembus dan bumi tetap berputar meski alam merahasiakan sejarahnya sendiri. Pada suatu ketika semuanya akan mengatakan itu kuno dan waktu hanya menyisakan air mata dan ketakberdayaan pada tulang tulang yang renta. Aku masih sendiri berahasia dan enggan berbagi sedikitpun karena semua akan percuma dan siap menamparku.
5. JIWA YANG TERPECAH
Demikian aku terus melewatinya dengan senyum dan kebaikanku yang lain. Jiwaku memang terpecah pecah tetapi aku sudah terbiasa menghadapi kelinglungan dan kedunguanku sendiri, menjadikan aku begitu mudahnya menyimpulkan sinopsis yang hancur dan kata kata yang amburadul demi kembali menjadi sebuah kalimat. Ada banyak cara yang bisa kulakuan untuk membahagiakan orang lain, mesti aku tak yakin betul apakah ini akan membahagiakannya atau tidak.Tetapi aku coba coba saja karena kebahagiaan memang tidak diciptakan khusus untuku. Aku tak bisa menikmati setiap bahagiaku sendiri, harus kuberi dan kusisakan untuk orang lain.
Karena begitu mudahnya luka dan tawa itu bergelincir dihidupku, hingga aku merelakan sekian hidupku untuk merelakan. Kelak aku berharap ada doa terbaik untuku. Biar saja kesedihanku ini menjadi berdarah darah dan berlendir lendir bahkan dalam kesendirianku aku harus terkapar dengan reuntuhan hati dan kepingan kepingan luka yang carut marut.Tetapi setidaknya aku masih sadar meski dengan nalar kecil yang tersembunyi kemudian muncul untuk menampar sesalnya yang tak sempat di artikan.Aku ingin ada buat orang lain! Aku ingin berbagi dan membantu.
Seruny namanya. Anak dengan jiwa yang terpecah. Dia selalu kutemukan sendiri. Aku selalu berpapasan dengan dia di lab, perpust, kantin atau diruang tunggu. Anaknya cuek rambut pendek dengan gayanya yang tomboy mengingatkanku pada sahabatku yang kini sudah menjadi prodi disalah satu univetsitas di Jakarta. Dia adalah sahabat terbaikku. Sahabat kala gelap dan terang sahabat satu perjuangan di dunia perteateran dulu. Yang kini entahlah aku tak pernah komunikasi sejak kepulangannya mengambil S2 di Monash Malaysia. Melihat Seruny aku seperti mengingat masa lalu, masa dimana aku begitu dekat dengan para jiwa yang terpecah jiwa yang mencoba melawan dunia dengan kegelisahannya untuk melawan kodrat juga takdirnya. Entahlah seberapa jauh jiwa itu akan bertahan melawan norma yang ada, berkelit dan bertopeng dengan kenyataan. Kenyataan bahwa dirinya adalah wanita. Wanita dengan segala konsekuensi yang harus ditanggungnya. Aku menatapnya dia menundukan kepala tak jelas apa yang dia pikirkan. Dia menikmati makanannya setengah tak sadar. Aku tersenyum.
" Makan yang bener. Jangan nunduk gitu.." Aku menggodanya. Dia nampak stres.
" Mbk tau gak, aku tuh kesel sama dia masa dia bawa mantannya lewat kekamarku. Terus apa coba maksudnya" Dia semangat menceritakan mantannya yang tak pernah ku kenal. Mungkin gak penting juga aku kenal. Tapi aku harus ada buat Seruny.
" Mungkin kebetulan. Mantan yang mana nih.. yang ce apa co?" Aku tersenyum. Anak itu tersenyum memperlihatkan mukanya yang berubah manis. Seperti malu malu tapi bahagia. Ah sungguh ceriwis dan abg banget.
" Yang Cewek Mbk.." Dia tertawa ngakak seperti melepaskan beban yang menghimpitnya. Lepas dan tak memandangku sebagai asdos disini.
" Mbk kenapa lum nikah. Punya pacar gk? Masa secantik mbak gak ada cowoknya..'" Anak itu mulai masuk kewilayah privasiku. Aku menggeleng. Tak sedap didengar sepertinya. Tapi ini realitaku juga sejarahku juga. Hm..
" Belum tau." Jawabku sekenanya. Aku tak begitu tertarik dengan membicarakan hal itu walaupun di usia yang kepala 3 begini aku sudah cukup untuk membahas hal itu dengan serius.Tapi Entahlah aku selalu tak tertarik membahas hal itu bagiku itu gak begitu penting.Tak terpikir olehku korelasinya dengan masa depan.(menghindar berfikir sebenarnya) terlalu berat untuk ku tanggung..
" Kalo aku sih pengen punya anak. Gak tau juga siapa lakinya" Kami tertawa. Bisa gitu?? Aku aja belom mikirin kesana. Ah ini malah lebih berat, aku tak sanggup.
" Kamu musti nikah dulu. Baru punya anak. Atau gak adopsi. Nikah sama Laki ya.." Kami tertawa. Sepertinya kami saling memahami satu sama lain. Terasa hangat dihati.
" Nah kalo itu aku bingung. Tapi punya anak itu harus, soalnya dia itu kan aset keluarga. Keturunan gitu mbak. Pokoknya nikah punya anak kalo gk cocok pisah. udah beres." Katanya semangat, aku melongo wow..simple baget anak ini. Aku jadi berfikir betul juga jika kondisi mengharuskan menikah ya nikah aja punya anak buat melangsungkan keturunan, bapaknya siapa aja yang penting orang sehat dan baik. Soalnya kalo orang gak sehat ribet juga ntar. Terus cinta gimana dengan cinta katanya menikah harus pake cinta? Alah gak usah pake cinta- cinta segala lah, beranak ya beranak aja kali, cinta bisa direkayasa nanti. Aku begidik sekali dengan pikiran itu, gak seberani itu. Risknya berat. Tapi mana bisa menikah begitu ! Itu sih buat anak namanya. Aku tertawa. Anak ini lucu sepertinya dialah temanku dikampus ini. Aku mengenalnya karena dia bolak balik untuk mengurrus sidang akhirnya. Anaknya agak berantakan dan panikan jadi terkadang beberapa persyaratan tidak dikumpulkan sesuai dengan tabel cheklist yang sudah menjadi standard, ada saja salahnya. Photo salah ukuranlah, papper kuranglah, draf thesis salah printlah, atau  bahkan form sidang belum di ttd advisornya. Lalu aku akan segera menghubungi dia, dan dengan santainya dia akan bilang, yess…akhirnya nagih kan sengaja gak kulengkapi. Asem..
Akhirnya karena sering bertemu dia minta no ku lengkap dengan WA dan Line juga. Jadilah aku berteman, dia juga perokok, badannya bau rokok semua ya masih mendinglah daripada bau alcohol hehe.Teman temannya mirip dia berambut pendek dan berpakaian sporty semua.Aku juga pernah dikenalkan pada temannya. Seruny mengaku senang bicara denganku. Aku tak merasakan apa apa selain senang dengan passionnya yang membludak ingin jadi pengusaha seperti ayahnyalah, ambil S3 di UK, dan diakhir karirnya mau jadi dosen ahli bussines atau dessain kadang juga ingin jadi ahli finance atau marketting ya terserahlah bebas saja..asal jangan jadi laki laki dan nikahin perempuan.Ups..

" Sampai mana bimbingan kamu? " Aku menatapnya. Dia berbinar binar.
"Siapa pembimbing kamu?"Aku so akademis bertanya. Menatap matanya. Dia menunduk .Tak berani melihat mataku katanya mataku ngeri. Gede dan menusuk. Walah..emang aku mahluk apaan? Syerem banget dong…
"Lancar Mbk. Pembimbingku Pak Nakta" Aku terbatuk. Tiba tiba aku merasa seperti di bangunkan dari keasyikan wilayahku bersamanya. Bicara dengan Seruny terkadang membuat aku lupa waktu. Aku mencoba menguasai keadaan. Seperti ada yang salah.Tetapi dimana ya salahnya? Mungkin hatiku yang salah posisi.Aku mencoba tenang. Tarik nafas hahhh…oke- oke sudah normal lagi. Hatiku belum sih tapi..
" Kenapa Mbak? " Seruny khwatir. Mungkin ini yang kusuka dari dia, dia begitu perhatian dan melindungi.Seruny memiliki jiwa pemberani dan pelindung dia wanita yang hebat diusianya yang semuda itu dia begitu tau apa kemaunnya juga sangat mengenal dirinya dan peduli dengan orang lain.
" Gak papa..ini Juicenya asem banget." Aku mengelabuinya.Seruny panik bangun dari duduknya mengambil tisyu dan menatapku, tangannya menyentuh tanganku. Kami bertatapan. Kekawatiran dimatanya membuat aku begitu menghargainya meski usianya 5 tahun dibawahku. Perhatian dan kehangatan itu sering kutemukan pada mahasiswa laki laki yang sering curi curi cara untuk menatapku.Mahasiswa iseng, stress atau suntuk. Aku sering mengabaikannya, aku hanya berfikir mereka butuh perhatian khusus saja dan aku kebetulan tak cukup sibuk, mungkin juga aku berusaha bersikap biasa. Tapi ini Seruny bukan laki- laki. Aku sibuk dengan batuk batuk kecil. Seruny sibuk dengan perhatiannya. Adegan ini sungguh konyol.Terkesan berlebihan.

" Mbak Mika." Aku terlonjak untuk kedua kalinya. Aku dan Seruny serentak melihat ke belakang. Apalagi ini? Semoga aku tidak pingsan dikagetkan terus di pagi -pagi buta. Kenapa bisa ada disini? Apakah kontak bathin ini namanya? Waduh demikian berlebihannya aku ini.Tapi aku benar benar terkejut begitupun Seruny kita seperti pencuri yang tertangkap polisi. Aku begitu bahagia melihatnya.Tetapi kaget,dan seharusnya ini tidak terjadi.

" Selamat siang Bapak, ada yang bisa saya bantu?" Aku menghampirinya. Dia terlihat sedikit bete aku merasa aneh dan bersalah.Tapi ini waktu istirahatkan??
" Tolong bantu saya periksa ini, bisa? sudah tinggal masukan nilainya saja pada absensi." Dia demikian ketus. Dia menatap tajam pada Seruny seperti menyelidik. Seruny tersenyum dan menyapa hangat. “ Haloo pak..” Tapi dicuekin dan tidak dijawab. Pak Nakta tersenyum lempeng biasa saja seperti kebiasaannya.
"Baik pak.Sekarang ya Pak, nanti kalo sudah hasilnya saya antar ya.." Aku bersikap wajar. Dia masih berdiri menatapku. Aku bingung dan menunduk.Waduh assisten apakah aku ini? Pemalas benar berlama lama dikantin.Aku gelagapan.
" Ayo" Katanya. Aku menatap Seruny yang bingung. Ayo? Kemana? Aku seperti orang bego.Waduh gimana ini? Harus profesional. Aku berdiri, tapi Seruny menahanku. Aku duduk lagi.
" Ia pak saya menyusul saya masih dengan Seruny." Aku merasa tak enak terlebih Seruny yang mentraktirku. Dia tetap berdiri.
" Gak papa Mbk silahkan, nanti saya WA.." Katanya duduk cuek. Dia menatapku dan Seruny bergantian. Aku segera beranjak meninggalkan Seruny yang mengusap ngusap mukanya. Aku menatap Seruny memohon pegertiannya. Aku tak mengerti mengapa tak ingin menyakitinya tetapi juga tak ingin mengecewakan pak Nakta.
"Terimakasih ya" Aku melambaikan tangan pada Seruny. Dia hanya menganggukan kepalanya. Kemudian Aku mengekor dibelakangnya seperti seorang terdakwa. Sebelumnya dia tersenyum pada Seruny. Sepanjang koridor kami berjalan beriringan.Tubuhnya yang tinggi tak bisa kukejar. Dia menoleh kebelakang aku berjalan sambil menunduk. Pura-pura takut dan serius aslinya deg degan abis.
" Mbak Mikha, nanti saya ingin bicara" Katanya agak aneh. Aku bingung tapi aku takut juga. What? Bicara apa? Kenapa gak sekarang aja?Mengatakan cinta? Ya ampun..aku berbunga- bunga tetapi segera nyadar. Gak bakalan palingan juga tugas.
"Baik. Bicaralah. Maafkan saya"Aku terdiam. Kami berhenti di koridor antara ruanganku dan ruangannya. Dia menatapku tampa bicara. Tidak juga marah.Tidak juga tersenyum. Tidak juga mengedipkan mata.Dia seperti patung. Membisu.
Aku menatapnya. Kami saling memperhatikan. Mencoba mencari keterangan lewat mata mata kami yang berkabut. Aku tak berdaya. Aku menunduk. Dia meninggalkanku. Tanpa prolog atau epilog. Mengambang. Seperti angin yang membawa jiwa ini pada rasa tak bahagia. Ya aku membuatnya susah.Tetapi diapun tak kalah membuat hatiku susah. Namun aku cukup memahaminya. Mengingat aku hayalah perdu di ilalang luas.Sama sekali tak berhak untuk merasa atau menuntut rasa. Aku hanya actor tambahan saja yang harus muncul atau tenggelam.

Terkadang aku harus berbagi rasa dengan mahasiswa yang menyukainya, saat itu aku hanya senyum saja ketika beberapa mahasiswa memuji kebaikannya.
"Bu Mikha tau tidak Pak Naktara itu baik banget orangnya. Pokoknya kalo dapat pembimbing atau penguji dia beruntung deh..." Aku menyibukan diri dengan mengetik. Emang alam hatiku.
" Oya..masa sih?" Kataku mengabaikan perasaan yang entahlah aku butuh waktu untuk memahaminya. Beberapa mahasiswa selalun bercerita tentangnya.
" Mbk Mikha tau gak no Pak Naktara, aku tuh dimarahin terus kaya bete gitu dia baca thesis aku .Tapi aku diam aja abis di lihat lihat dia cakep sih kiyut...ganteng hahaha" Mahasiswi itu terus cerita. Aku menanggapi dengan menganggukan kepala ikut tertawa. Aslinya ya ampunn ni hati bete banget pas dia bilang ganteng. Emang dalam hatiku.Aku harus sedikit menanggapi takut mengecewakan  mahasiswi padahal hatiku gak karuan.Tapi menghidupkan suasana kan bagus.
" Ya...ya..mungkin bapak ingin detail dan sistematis" jawabku sekenanya.
" Ya betul mbak, detail. Kok tahu sih mbak?" mahasiswi itu.menatapku.aku gelagapan. Aku berusaha berwibawa dan menjaga intonasi suaraku.
" Mm...mm..ya kan semua dosen juga begitu..ia gak? Hehe.” .Aku menutupinya.Aku berusaha untuk tak terlibat bahkan tak menyebut namanya. Aku takut dengan hatiku. Aku harus banyak mengalah dan tersenyum mendengarkan mereka selain aku tak punya hak rasanya tak etis jika aku terlibat atau mengiyakan.Jaga gengsi dong…
Aku adalah orang yang menjaga citra diri sendiri. Kupikir mereka atau siapapun tak perlu tahu tentang apa yang terjadi antara aku dengan pak Naktara. Aku kembali bekerja mencoba memberikan toleransi pada hatiku untuk segera sadar kalo Pak Nakta hanya mirip tetapi dia bukanlah kekasihku yang hilang. Aku menyembunyikan rasa ini dengan rapatnya susah payah dan pengorbanan. Aku menikmati setiap detak jantungku jika bertatapan dengannya, setiap kilatan matanya yang bagus, setiap senyumnya yang menawan, setiap suara khasnya yang membuatku harus berhati hati menjawabnya jangan sampai terlihat gugup. Aku sangat takut dia tahu perasaanku.Yang aku juga tak paham tentang perasaanku sendiri.Seperti senang, sedih, marah, kecewa dan gak jelas judulnya juga di setiap tangis yang kusembunyikan saat aku harus memahami realita yang sebenarnya.Tentang siapa aku dan siapa dia dikampus besar ini.Aku mengetahui semua latar belakangnya namun aku hanya diam tak ingin masuk kewilayahnya terlalu jauh, aku hanya menyukainya tanpa ingin mengambil apapun dari nya.Tidak juga dirinya, hatinya, citranya, pengaruhnya, jabatannya atau apapun. Aku melakukan kebaikan ini tampa kepentingan. Aku adalah seorang pekerja keras dan professional. Perasaanku ini tak mengganggu konsentrasiku. Aku wanita yang tau norma dan batasan. Bahkan akulah wanita yang akan tetap berdoa untuknya meskipun suatu saat aku sudah tak ada dan dia berfikir aku sudah musnah. Aku tak akan pernah berpaling dan tetap yakin setiap pertemuan ini sudah digariskan Tuhan dan pasti ada makna dibaliknya. Akulah wanita yang tak akan berhenti menyimpan namanya dalam hatiku. Meski aku harus menjadi debu yang siap dihilangkan atau noktah yang tak diinginkan. Aku akan tetap ada meski senja sudah tak bisa sehangat pagi bagiku dialah matahariku, meskipun aku hidup dengan takdirku dan dia hidup dengan takdirnya.

6.TERARAH PADANYA
Hidupku seperti terarah padanya.Setiap detik seperti melahirkan sinergi yang menarik segala nalar dan dayaku untuk melakukan yang terbaik untuknya.Pikiranku tersita untuk menyimpan dirinya dalam posisi terpenting dalam hidupku dan aku berusaha keras sembunyikan hal ini, mungkin tak akan ada yang mengetahui pernik pernik hati ini, bermain bebas pada rahasianya.Begitu indahnya pesona rasa, hingga aku tak pernah lelah membaca sunyi pada elegi pagi yang bergantian peran dengan siluet senja yang bergulir tiada batas.Waktu terus memburu, namun aku belum siap menyudahinya, juga menyiapkan kata usai pada setiap realitas.Aku membentuk dunia muram ini menjadi indah dan berwarna dengan caraku.Menciptakan pelangi tanpa warna sebab keterbatasan ruang tak mampu memberiku kemampuan untuk mencipta warna. Sistem ini memang terlalu angkuh untuk ku abaikan, tetapi aku bukan pecundang yang datang dengan sebuah kebetulan. Ditempat ini aku adalah samar, namun aku tak butuh penjelasan untuk menjadikan aku ada sebagai makhluk yang memiliki harga dan sensitifitas. Maka ketika aku mencipta dunia akulah pemilik episode yang memiliki cerita sendiri, memabawa peristiwa yang akan retak oleh masa, namun aku berharap tidak tergesa untuk diakhiri, meski aku sudah terbiasa dengan setiap tangis dan luka yang disampirkan orang kedalam hidupku. Mengakhiri adalah kematian kecil yang sama sulitnya dengan memulai. Aku begitu sensitif pada keberadaannya, sehingga senja itu menjadi kepanikan terdasyat yang menjadikan jantungku mau copot.

"Ada apa Key?" Aku menatap mahasiswa itu dengan aneh. Kurasa dia telah membangunkanku dari segumpal angan yang begitu agung hingga aku tak ingin ada orang lain yang masuk kewilayah ku meski hanya sedetik, anganku ini menggantung dicakrawala, tersimpan pada belahan semesta dan akan tetap ada pada terirorialnya, meski setelahnya aku akan terhempas dan jatuh tak berbentak dan tak berjejak.

" Itu Pak Nakta sakit Mbak," Key menjawabnya. Dia mencoba menjelaskan.Tetapi rasanya aku tak sanggup hanya mendengar. Kutinggalkan pekerjaanku. Aku menuju ruangannya. Aku berlari seperti kilatan cahaya dan tak pernah bisa menjelaskan setiap motivasi yang tergambar diantaranya. Bagiku bayangannya membius ragaku untuk menembus apapun yang bisa kutembus jika hanya ruang perkuliahan rasanya wajar jika aku mendatanginya.Selalu aku terhenti didepannya aku selalu merasa jarak itu tak bisa tersentuh dan berhadapan dengannya seperti pengabdian yang tanpa syarat. Aku menatapnya, rambut yang tergerai masai, wajahnya yang dingin dan tatapan mata bagusnya yang meredup. Aku tak pernah tega melihatnya. Bunuh saja aku atau ambil nafasku tukarkan dengan sakitnya.Biar aku yang menanggung derita ini. Aku hampir menangis dan membenci kelemahanku ini.Dia tersenyum. Menatap monitor komputer menurunkan tangannya yang memegang kepala.Beberapa mahasiswa menatapku.
"Ada yang bisa dibantu? " Tak ada lagi kata yang tepat. Senyuman itu membuat aku merasa lebih baik. Bibirnya bergetar membuat sinergi aneh yang sangat berahasia. Aku hampir tak sanggup menterjemahkannya tetapi aku begitu khwatir. Senyuman.Hanya itu yang mampu dia lakukan.
"Kenapa? Khawtir? " Dia menatapku penuh romansa namun aku tak sanggup melambung aku takut terjatuh dan terjungkir lagi pada rasa yang tak seharusnya.
" Mm..Key bilang Bapak sakit," Aku menunduk. Menyembunyikan mukaku. Aku terlalu mengagungkannya hingga tak sanggup untuk jujur. Aku takut dia berfikiran macam macam. Atau aku yang berlebihan. Saat Key datang dengan kotak obat aku mundur dan membalikan tubuhku. Kurasa aku tak diharapkannya.Aku begitu terluka tapi bahagia. Bahagia bisa ada walaupun seharga kotak obat aja.
"Mbak Mikha..! "Dia memanggilku. ASTAGA. Aku menatapnya lagi. Dia menatapku. Mata kami bertemu. Kami tersenyum. Dia memintaku merapikan beberapa berkas memasukannya kedalam map.Key tersenyum penuh isyarat.Aku grogi.Aku sempat berpikir konyol bahwa aku akan menyuapinya obat.
" Tolong ya, saya harus pulang. Mohon maaf tidak sampai akhir sesi ya" Katanya lembut. Aku menganggukan kepala.Tentu saja aku tak akan sanggup melihat dia begitu kelelahan.
" Baik tidak apa apa" Aku menatapnya sekilas dia begitu tajam menatapku. Adegan ini begitu cepat dan tercover sangat normatif karena setiap sudut dipenuhi mata mata. Aku harus bisa menjaganya. Aku melihat matanya kembali indah meski letih itu begitu tergambar diwajahnya.Tiba tiba saja aku membayangkan hal yang tak seharusnyaaku bayakngkan. Aku ingin merawatnya, menghilangkan setiap butiran keringat didahinya, menghapus awan kelambu yang menggantung di bibirnya yang setengah pucat, mengarak badai gelap pada rona mukanya yang muram dan pekat. Aku ingin memeluknya memberi hangat pada beku tubuhnya yang menggigil biru. Aku ingin menjadai malaikat yang membawanya terbang dan tak akan pernah kulepas lagi. Aku ingin membawanya jauh dimana tak akan pernah kutemui gelombang yang bisa menghanyutkan kami.Tapi aku hanyalah manusia bodoh yang sebentar lagi mampus. Aku hampir tumbang karena kerendahan diriku sendiri akan asa yang membumbung sementara tubuhku tertimbun berlapis lapis tanah. Rasanya untuk bernafas saja aku tak sanggup.Aku terjebak dalam skenarioku sendiri. Gila.
" Mikha, .."Aku menatapnya." Ya.." Kami terdiam. Dia selalu tak pernah selesai bicara dan sepertinya tak akan pernah bisa bicara.Tak akan pernah bisa sekalipun ingin. Aku sudah tahu itu. Ini adalah ujian buat nya juga buat ku.Dimana kode etik harus dikedepankan. Aku tersenyum menatapnya. Mencari pemahaman bahwa aku cukup paham. Aku memanggil Key yang sedang ngobrol dengan temannya.
" Tolong antarkan Bapak sampai ke mobil" Kataku. Key terenyum
"Ok.Mbak" Key antusias. Dia masih terdiam menatapku dengan penuh keanehan.Aku berfikir dia sangat takut jika aku yang mengantar ke mobil.Aku tidak sebodoh itu. Gila saja aku tak mungkin melakukan ini. Bisa jadi keanehan yang dasyat diantero jagad kampus ini. Aku akan tetap menjaga nama baiknya meski aku berdarah darah karenanya.Itukah yang kau inginkan? kau selalu takut resiko karena jurang yang terlalu jauh dan aku bisa paham.Tapi aku hanyalah perdu disini aku tidak takut akan resiko. Maka dari itu tetaplah kau jadi malaikat yang tidak ada cacat.
" Mikha, terimakasih ya" Selalu itu yang diucapkannya.Tak lebih.Tapi apalagi bukankah memang tak ada lagi yang harus diselesaikan meski mata itu ingin berkata banyak namun dia tak akan pernah sanggup. Aku melihatnya demikian. Namun begitu dirinya sanggup menjadikan aku tumbal bagi kebaikannya dan ke butuhannya dan aku sudah merelakannya sejak dia mengalirkan kuasanya yang mistis sebagai pertanda sebuah relasi yang sedikit spesial. Pertanda  yang merajam seluruh logika dan hatiku. Dia memang misterius, genius dan sedikit religius mesti matanya nampak erotis menelenjangi seluruh perasaanku yang entah jika berada di hadapannya.Melayang.
" Sama- sama. Mohon maaf tak bisa membantu banyak" Aku menatapnya .Dia menatapku dalam.Saat itu aku merasakan begitu damainya dunia seperti ada dalam balutan cahaya kebahagiaan yang tak memiliki batas.Luas tanpa jeda.Aku selalu telat mengakhiri adegan terlarang ini. Ini dosa yang kutimbun dan lihat saja esok atau lusa aku akan menuai badai karena perbuatanku sendiri. Aku tertunduk. Tuhan jika ini adalah izinmu sembunyikanlah perkasihan ini rapat rapat aku tak akan mampu berdiri melihat dia hancur oleh kabar burung jika kami tertangkap berahasia. Key berteriak menyanyikan lagu lama milik Agnes Monica " Cinta..kadang kadang tak ada logika.." Sambil tertawa menghampiri kawan kawannya sembari berguyon.Aku dan dia tersipu malu dan saling membuang muka. Indah terasa ada ribuan suara dawai berirama kemudian membuat gelombang frekuensi suara syahdu yang menentramkan dan membahagiakan tak jelas dari mana mulanya. Rasanya hidup dipenuhi ribuan kunang kunang yang siap membawaku terbang.Terbang karena sesaknya medium yang membuat kami begitu tersiksa.

Key kebingungan.Sepertinya dia membaca kekhususan kami.Dia garuk garuk kepala berlalu. Aku membantu mematikan komputer, Infocus juga merapikan mejanya. Dia menatapku. Aku hanya asisten aku tak ingin apa apa hanya ini yang bisa kulakukan. Aku berjalan duluan. Menatap Key.Key melihatku dan sedikit menggoda.Dia masih duduk dikursi.Segera berdiri dan pergi. Tapi aku mendahuluinya.
" Mbak..Jadi ya ngasih nomer kan aku dah bantuin nih.." Ken tersenyum. Anak ini memang gokil dan sering menemuiku kadang hanya menyapa saja. Aku menggelengkan kepala sambal memelototinya. Sttt…diam aku lagi bahagia.
" Mbak pelit ah..susah kalo komunikasi" Key mulai nyerocos. Aku cemberut. Dia terdiam tersenyum simpul tak melakukan apa apa. Memang dia tak akan pernah bisa melakukan apa-apa !Aku serba tak enak berjalan dibelakang mereka berdua. Tiba tiba aku takut dan memutuskan untuk berhenti dikoridor tangga. Membiarkan Key mengantarnya sampai ke mobil. Aku menatapnya hingga tubuhnya menghilang. Aku mencoba menyibukan diri dengan hpku menjaga agar raut mukaku nampak normal dan mengembalikan mood untuk biasa saja. Aku mengikhlaskan bahwa dirinya akan kembali pada yang seharusnya, keluarganya dan aku seperti yang lalu lalu hanya bisa mendoakan dan menelan perih ini dengan sangat diam-diam. Alangkah menyakitkannya jadi ilalang tetapi dia bukan hakku. Dia sudah dimiliki orang lain....bersambung








2 komentar

Anonim mengatakan...

Memang hidup disini itu sebagian sebagian tak bisa dinilai utuh atau sama. Sebagian orang berdiri sendiri, sebagian lagi berkerumun, sebagian orang menjadi mata untuk orang lain, sebagian lagi menjadi telinga,tangan dan kaki.
(Suka banget sama diksi ini)

uly mengatakan...

ya begitulah.terimakasih sudah membaca.salam.

Manajemen Strategi

Manajemen Strategi Menurut David (2005), analisis lingkungan internal dan eksternal perlu dilakukan sebagai landasan organisasi untuk mene...