Tonton video lengkapnya di https://youtu.be/8km3mlhTxcc
Oleh : Yuli
Seiring waktu, manusia
senantiasa berusaha untuk meningkatkan kualitas dan menggali potensi diri yang
ada pada
dirinya. Manusia mampu mengembangkan pengetahuannya secara sungguh-sunguh dan
terus mencari hal baru yang bisa membantu untuk meningkatkan kepuasan dirinya
juga nilai kebermanfaatan buat manusia lainnya.
Manusia adalah makhluk
yang kompleks, terdiri dari rohaniah dan jasmaniah, manusia dapat menjadi
subjek dan objek buat dirinya, manusia adalah subjek yang bertanya dan
sekaligus menjadi objek yang ditanyakan[1].
Untuk itu manusia
memikirkan hal-hal baru, karena dia hidup bukan sekedar untuk kelangsungan
hidup, namun lebih dari itu. Manusia mengembangkan kebudayaan; manusia memberi
makna kepada kehidupannya; manusia memanusiakan diri dalam kemanusiaannya.
Oleh karena
keingintahuannya yang besar untuk mengembangkan diri tersebut, maka lahirlah
filsafat ilmu yang bisa menjawab persoalan manusia secara menyeluruh, sistematis
dan mendasar.
Berfilsafat berarti
mengoreksi diri, semacam keberanian untuk berterus terang, seberapa jauh
sebenarnya kebenaran yang dicari telah kita jangkau. Berfilsafat tentang ilmu
berarti kita berterus terang kepada diri kita sendiri: apakah sebenarnya yang
kita ketahui tentang ilmu? Apakah ciri-cirinya yang hakiki yang membedakan ilmu
dari pengetahuan-pengetahuan lainnya yang bukan ilmu? Bagaimana kita mengetahui bahwa ilmu merupakan
pengetahuan yang benar? Kriteria
apa yang kita pakai dalam menentukan kebenaran secara ilmiah? Mengapa kita
mempelajari ilmu? Apakah kegunaannya sebenarnya? Seseorang yang berfilsafat
dapat diumpamakan seseorang yang berpijak di bumi sedang tengadah ke
bintang-bintang. Atau seorang yang berdiri di puncak tinggi memandang ke ngarai
dan lembah di bawahnya. Dia ingin menyimak kehadirannya dengan kesemestaan yang
ditatapnya[2].
Adapun karakteristik
berfikir filsafat yang pertama adalah sifat menyeluruh. Oleh karena itu maka
munculah konstelasi pengetahuan lainnya seperti moral, agama, ekonomi,
sumberdaya manusia dan lainnya, yang masing-masing rumpun tersebut menjawab
permasalahan
manusia dari sisi kebutuhannya untuk memenuhi kepuasan dan kesejahteraan umat
manusia.
Untuk menjawab
permasalahan manusia yang kompleks dalam mencapai tujuan (ontologi) serta
bagaimana caranya (epistimologi) dan untuk apa kegunaannya (aksiologi)
tersebut dicapai maka diperlukan suatu cara atau metode, maka hadirlah filsafat
ilmu manajemen sumber daya manusia, yang diharapkan dapat menjawab semua
permasalahan manusia tersebut.
Manajemen sumber daya
manusia merupakan upaya mendayagunakan berbagai sumber daya (resource) untuk mencapai tujuan tersebut
secara efektif dan efisien, baik dalam aspek produktifitas maupun kepuasan
sesuai dengan yang diharapkannya.
1.
Konsep Filsafat
Pengertian Filsafat
Filsafat dalam Bahasa Yunani
terdiri dari dua suku kata yaitu “Philos” dan “Sophia”. “Philos” biasanya
diterjemahkan dengan istilah gemar, senang, atau cinta. “Sophia” dapat
diartikan kebijaksanaan. Jadi “filsafat” berarti cinta kepada kebijaksanaan.
Menjadi “bijaksana” berarti mendalami hakekat sesuatu. Kata “philosopos”
diciptakan untuk menekankan suatu pemikiran Yunani seperti Pythagoras (582-496
SM) dan Plato (428-348 SM) yang mengkritik para “sofis” yang berpendapat bahwa
mereka tahu jawaban atas semua pertanyaan.
Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa berfilsafat berarti berusaha mengetahui tentang sesuatu dengan
sedalam-dalamnya, baik mengenai hakekat adanya sesuatu itu, fungsi, ciri-cirinya,
kegunaannya, masalah-masalahnya serta pemecahan-pemecahan terhadap masalah-masalah
itu. Filsafat adalah ilmu yang berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya
bagi segala sesuatu berdasarkan pikiran/rasio belaka.
Adapun beberapa ciri
berfikir filsafat adalah adalah :
1. Berfikir secara radikal.
Artinya berfikir sampai
ke akar-akarnya. Radikal berasal dari kata Yunani “radix” yang berarti akar.
Maksud dari berfikir sampai ke akar-akarnya adalah berfikir sampai pada
hakikat, esensi atau sampai pada substansi yang dipikirkan. Manusia yang
berfilsafat dengan akalnya berusaha untuk dapat menangkap pengetahuan hakiki,
yaitu pengetahuan yang mendasari segala pengetahuan indrawi.
2. Berfikir secara universal atau umum.
Berfikir secara umum
adalah berfikir tentang hal-hal serta suatu proses yang bersifat umum. Jalan
yang dituju oleh seorang filsuf adalah keumuman yang diperoleh dari hal-hal
yang bersifat khusus yang ada dalam kenyataan.
3. Berfikir secara
konseptual.
Yaitu
berfikir mengenai hasil generalisasi dan abstraksi dari pengalaman tentang
hal-hal serta proses-proses individual. Berfikir secara ke-filsafat-an tidak
bersangkutan dengan pemikiran terhadap perbuatan-perbuatan bebas yang dilakukan
oleh orang-orang tertentu sebagaimana yang biasa dipelajari oleh seorang
psikolog, melainkan bersangkutan dengan pemikiran “apakah kebebasan itu?”
4. Berfikir secara koheren
dan konsisten.
Artinya,
berfikir
sesuai dengan kaidah-kaidah berfikir dan tidak mengandung kontradiksi atau
dapat pula diartikan dengan berfikir secara runtut.
5. Berfikir secara
sistematik.
Dalam
mengemukakan jawaban terhadap suatu masalah, para filsuf memakai pendapat-pendapat
sebagai wujud dari proses befilsafat. Pendapat-pendapat itu harus saling
berhubungan secara teratur dan terkandung maksud dan tujuan tertentu.
6. Berfikir secara
komprehensif (menyeluruh).
Berfikir
secara filsafat berusaha untuk menjelaskan alam semesta secara keseluruhan.
7. Berfikir secara bebas.
Bebas
dari prasangka-prasangka sosial, historis, kultural ataupun religius. Berfikir
dengan bebas itu bukan berarti sembarangan, sesuka hati, atau anarkhi,
sebaliknya bahwa berfikir bebas adalah berfikir secara terikat, akan tetapi
ikatan itu berasal dari dalam, dari kaidah-kaidah, dari disiplin fikiran itu
sendiri. Dengan demikian pikiran dari luar sangat bebas, namun dari dalam
sangatlah terikat.
8. Berfikir atau pemikiran
yang bertanggungjawab.
Pertanggungjawaban
yang pertama adalah terhadap hati nuraninya sendiri. Seorang filsuf seolah-olah
mendapat panggilan untuk membiarkan pikirannya menjelajahi kenyataan. Namun,
fase berikutnya adalah bagaimana ia merumuskan pikiran-pikirannya itu agar
dapat dikomunikasi-kan
pada orang lain serta dipertanggungjawabkan.
Adapun beberapa definisi
filsafat berdasar para ahli adalah sebagai berikut:
1. Harun Nasution menyatakan filsafat adalah
berfikir menurut tata tertib (logika) dengan bebas (tak terikat tradisi, dogma
atau agama) dan dengan sedalam-dalamnya sehingga sampai ke dasar-dasar
persoalan.
2. Plato (428-348 SM) menyatakan filsafat
adalah pengetahuan tentang segala yang ada.
3. Aristoteles (384-322 SM) yang merupakan
murid Plato menyatakan bahwa filsafat menyelidiki sebab dan asas segala benda.
4. Marcus Tullius Cicero (106-43 SM)
mengatakan bahwa filsafat adalah pengetahuan tentang sesuatu yang maha agung
dan usaha untuk mencapainya.
5. Al Farabi (wafat 950 M) filsuf muslim
terbesar sebelum Ibnu Sina menyatakan filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam yang mawujud
dan bertujuan menyelidiki hakekatnya yang sebenarnya.
6. Immanuel Kant (1724-1804) menyatakan bahwa filsafat adalah
ilmu pokok danpangkal segala pengetahuan yang mencakup didalamnya 4 persoalan,
yaitu: (1) apakah yang dapat kita ketahui (dijawab dengan Metafisika), (2) apakah
yangboleh kita kerjakan (dijawab dengan etika), (3) sampai dimanakah
pengharapankita (dijawab dengan agama), dan (4) apakah yang dinamakan manusia
(dijawab dengan antropologi).
Objek Filsafat
Adapun objek filsafat
terdiri dari:
1. Objek Material,
ialah segala sesuatu yang menjadi masalah filsafat, segala sesuatu yang dimasalahkan
oleh atau dalam filsafat. Tiga persoalan pokoknya adalah (1) hakikat tuhan, (2)
hakikat alam, dan (3) hakikat manusia.
2. Objek Formal,
ialah usaha mencari keterangan secara radikal (sedalam-dalamnya sampai ke akarnya) tentang objek materi.
Cabang-cabang Filsafat.
Adapun cabang-cabang
filsafat terdiri dari:
1. Epistemologi
(filsafat pengetahuan).
2. Etika
(fisalfat moral).
3. Estetika
(filsafat seni).
4. Metafisika.
5. Politik
(filsafat pemerintahan).
6. Filsafat
agama.
7. Filsafat
ilmu.
8. Filsafat
pendidikan.
9. Filsafat
hukum.
10. Filsafat
sejarah.
11. Filsafat
matematika.
Motivasi Timbulnya Filsafat.
1. Dongeng, tahayul (mitos). Ada yang kritis ingin tahu kebenaran mitos
itu (zaman awal Yunani).
2. Keindahan Makroskosmos, ingin tahu rahasia alam. Ketakjuban sikap
lahir dalam bentuk bertanya kebenaran/pertanyaan menjadi serius dan
penyelidikan yang (bukan sembarangan pertanyaan sistematis filsuf).
3. Penyebab timbulnya pertanyaan adalahkesangsian (keraguan). Ketika
terjadi kesangsian akan sesuatu maka pikiran akan bekerja dan pikiran yang gelisah
menjadi sebuah problema yang harus dipecahkan.
2. Konsep Ilmu
Pengertian Ilmu
Ilmu
lahir karena manusia diberkahi Tuhan suatu sifat ingin tahu. Rasa keingin
tahuan tersebut terhadap permasalahan di sekililingnya dapat menjurus kepada keingintahuan
ilmiah. Ilmu menurut Nazir (2003: 9) adalah pengetahuan yang bersifat umum dan
sistematis, pengetahan dari mana dapat disimpulkan dalil dalil tertentu menurut
kaidah-kaidah yang umum.
Ilmu berasal dari bahasa Arab: ‘alima, ya’lamu, ‘ilman, dan wazan
fa’ila, yaf’alu yang artinya mengerti, memahami dengan benar. Dalam bahasa
Inggris berarti science, bahasa Latin
berarti scintia (pengetahuan) dan scire (mengetahui). Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, ilmu artinya pengetahuan suatu bidang secara sistematis berdasarkan
metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu di
bidang itu.
Adapun
definisi ilmu menurut beberapa ahli
adalah:
1. Mohammad Hatta: ilmu
adalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hukum kausal dalam masalah
yang sama tabiatnya, kedudukannya yang tampak dari luar dan bangunannya dari dalam.
2. Ralph Ross dan Ernest Van Den Haag: ilmu adalah yang empiris,
rasional, umum dan sistematik, yang keempatnya serentak.
3. Ashley Montagu: ilmu adalah pengetahuan yang disusun dalam satu
sistem yang berasal dari pengamatan, studi
dan percobaan untuk menentukan hakikat prinsip tentang hal yang sedang diuji.
4. Karl Pearson: ilmu adalah lukisan atau keterangan yang
komprehensif dan konsisten tentang fakta pengalaman dengan istilah yang
sederhana.
5. Alfanasyef: ilmu adalah pengetahuan manusia tentang alam,
masyarakat dan pikiran.
6. Harsojo berkata ilmu adalah:
a. Akumulasi
pengtahuan yangsistematis.
b. Pendekatan
atau metode pendekatan seluruh duniaempiris.
c. Cara menganalisis
yang mengizinkan ahlinya untuk menyatakan: ‘Jika….,maka….”
Ciri-Ciri Ilmu
Ilmu bukan sekadar pengetahuan
(knowledge),
tetapi ilmu merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori
yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang
diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu
terbentuk karena manusia berusaha berpikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang
dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah produk dari epistemologi.
Adapun
ciri-ciri utama
ilmu menurut terminologi:
1. Ilmu adalah sebagian pengetahuan yang memiliki sifat koheren, empiris,
sistematis, dapat diukur dan dibuktikan.
2. Ilmu bersifat koheren sistematik, yang maksudnya menandakan
seluruh kesatuan ide yang mengacu ke objek yang sama dan saling berkaitan
secara logis.
3. Ilmu tidak memerlukan kepastian lengkap berkenaan dengan
masing-masing penalaran perorangan, sebab ilmu dapat memuat di dalamnya dirinya
sendiri hipotesis-hipotesis dan teori-teori yang belum sepenuhnya dimantapkan.
4. Yang sering kali berkaitan dengan konsep ilmu adalah ide bahwa
metode-metode yang berhasil dan hasil-hasil yang terbukti pada dasarnya harus terbuka
kepada semua pencari ilmu.
5. Ilmu menuntut metodologis dan berdasarkan pada pengalaman.
6. Kesatuan setiap ilmu bersumber
di dalam kesatuan objeknya.
Syarat-syarat Ilmu
1. Objektif. Ilmu harus memiliki objek kajian
yang terdiri dari satu golongan masalah yang sama sifat hakikatnya, tampak dari
luar maupun bentuknya dari dalam. Objeknya dapat bersifat ada atau mungkin ada,
karena masih harus diuji keberadaannya. Dalam mengkaji objek, yang dicari
adalah kebenaran, yakni persesuaian antara tahu dengan objek, sehingga disebut
kebenaran objektif; bukan subjektif berdasarkan subjek peneliti atau subjek
penunjang penelitian.
2. Metodis. Upaya-upaya yang harus dilakukan
untuk meminimalisasi kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam mencari
kebenaran. Konsekuensinya, harus ada cara tertentu untuk menjamin kepastian
kebenaran. Metodis berasal dari bahasa Yunani “Metodos” yang berarti: cara, jalan. Secara umum metodis berarti
metode tertentu yang digunakan dan umumnya merujuk pada metode ilmiah.
3. Sistematis. Dalam perjalanannya mencoba
mengetahui dan menjelaskan suatu objek, ilmu harus terurai dan terumuskan dalam
hubungan yang teratur dan logis sehingga membentuk suatu sistem yang berarti
secara utuh, menyeluruh, terpadu, dan mampu menjelaskan rangkaian sebab akibat
menyangkut objeknya.
4. Universal. Kebenaran yang hendak dicapai
adalah kebenaran universal yang bersifat umum (tidak bersifat tertentu).
Contoh: semua segitiga bersudut 180º. Pada waktu belakangan ini, ilmu-ilmu
sosial menyadari kadar ke-umum-an (universal) yang dikandungnya berbeda dengan
ilmu-ilmu alam, mengingat objeknya adalah tindakan manusia. Karena itu untuk
mencapai tingkat universalitas dalam ilmu-ilmu sosial, harus tersedia konteks
dan tertentu pula.
Landasan ilmu harus mampu menjawab persoalan-persoalan
berikut:
1. Landasan Ontologis, seperti: objek apa yang
ditelaah? Bagaimana wujud hakiki dari objek tersebut?
2. Landasan Epistemologis: bagaimana prosedur dan
mekanismenya?
3. Landasan Aksiologis, seperti: untuk apa pengetahuan
yang berupa ilmu digunakan?
Perbedaan antara Ilmu dan Filsafat
Filsafat
dan Ilmu memiliki persamaan dan perbedaan. Adapun persamaan filsafat dan ilmu
antara lain:
1. Mencari rumusan yang sebaik-baiknya,
selengkap-lengkapnya sampai keakar-akarnya.
2. Memberikan pengertian mengenai hubungan yang
ada antara kejadian dan menunjukkan sebab-sebabnya.
3. Memberikan sintesis, yaitu pandangan yang bergandengan.
4. Mempunyai metode dan sistem.
5. Memberikan penjelasan tentang kenyataan yang
timbul dari hasrat manusia terhadap pengetahuan yang mendasar.
Sedangkan
perbedaan filsafat dan ilmu, diterangkan dalam tabel di bawah ini:
Tabel 1
Perbedaan Filsafat dan Ilmu
Filsafat
|
Ilmu
|
1. Objek material bersifat universal.
|
1. Objek material bersifat khusus dan
empiris.
|
2. Objek formal: non-pragmatis.
|
2. Objek formal: pragmatis, spesifik,
intensif, teknis.
|
3. Menonjolkan daya spekulasi, kritis dan
pengawasan.
|
3. Riset melalui trial and error.
|
4. Pertanyaan lebih jauh dan mendalam
berdasarkan realitas.
|
4. Diskursif, logis, dari tidak tahu menjadi
tahu.
|
5. Penjelasan terakhir, mutlak, mendalam (primary causa).
|
5. Penyebab tidak terlalu mendalam. Lebih
dekat dengan (secondary causa).
|
3. Konsep Filsafat Ilmu
Pengertian
Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu
merupakan cabang dari ilmu filsafat yang
berisikan tentang pandangan- pandangan yang dikaji secara ilmiah. Menurut The
Liang Gie dalam Annisa Kusumaningrum (2015) Filsafat ilmu adalah segenap
pemikiran reflektif terhadap persoalan mengenai segala hal yang menyangkut
landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan manusia.
Pembahasan filsafat ilmu sangat
penting karena akan mendorong manusia untuk lebih kreatif dan inovatif. Filsafat ilmu memberikan spirit
bagi perkembangan dan kemajuan ilmu dan sekaligus nilai-nilai moral yang
terkandung pada setiap ilmu baik pada tataran ontologis, epistemologis maupun
aksiologi.
Sedangkan Filsafat
ilmu menurut Jujun Suriasumantri (2000:33)
adalah merupakan bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara
spesifik mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah).
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa filsafat
ilmu adalah sebuah penilaian terhadap segala pandangan yang berdasarkan pada
proses pemikiran ilmiah. Pokok permasalahan yang
dikaji filsafat mencakup tiga segi, yakni :
1. Logika (apa yang disebut benar
dan apa yang disebut salah).
2. Etika (mana yang dianggap baik dan mana yang
dianggap buruk).
3. Estetika
(apa yang termasuk indah dan apa yang termasuk jelek)
Perkembangan
Filsafat Ilmu
Filsafat
ilmu sebagai bagian integral dari filsafat secara keseluruhan perkembangannya tidak bisa dilepaskan dari sejarah perkembangan
filsafat itu sendiri secara keseluruhan.
Menurut Lincoln Cuba dalam Gusti Utama (2013: 13) bahwa kita mengenal tiga
babakan perkembangan paradigma dalam filsafat ilmu di Barat, yaitu era pra-positivisme,
era positivisme dan era pasca-modernisme.
Dari sejarah
panjang filsafat, khususnya filsafat ilmu, penulis membagi tahapan perkembangannya
ke dalam empat fase sebagai berikut:
1. Filsafat Ilmu
zaman kuno
Filsafat yang dimulai sejak munculnya filsafat sampai dengan
munculnya Renaisance. Filsafat yang dipandang sebagai induk ilmu pengetahuan
telah dikenal manusia pada masa Yunani Kuno. Di Miletos, suatu tempat
perantauan Yunani yang menjadi tempat asal mula munculnya filsafat, ditandai
dengan munculnya pemikir pemikir besar seperti Thales, Anaximandros dan
Anaximenes.
2. Filsafat Ilmu sejak munculnya Rennaisance
sampai memasuki era positivisme.
Memasuki
masa Rennaisance, otoritas Aritoteles tersisihkan oleh metode dan pandangan
baru terhadap alam yang biasa disebut Copernican Revolution yang dipelopori
oleh sekelompok sanitis antara lain Copernicus (1473-1543), Galileo Galilei
(1564-1542) dan Issac Newton (1642-1727) yang mengadakan pengamatan ilmiah
serta metode-metode eksperimen atas dasar yang kukuh.
3. Filsafat Ilmu zaman Modern (Era
Posititivisme).
Sejak
era Positivisme sampai akhir abad ke sembilan belas. Memasuki abad XIX,
perkembangan Filsafat Ilmu memasuki Era Positivisme. Positivisme adalah aliran
filsafat yang ditandai dengan evaluasi yang sangat terhadap ilmu dan metode
ilmiah. Aliran filsafat ini berawal pada abad XIX. Pada abad XX tokoh-tokoh
positivisme membentuk kelompok yang terkenal dengan Lingkaran Wina, di
antaranya Gustav Bergman, Rudolf Carnap, Philip Frank Hans Hahn, Otto Neurath
dan Moritz Schlick.
4. Filsafat Ilmu era Kontemporer.
Filsafat
era konteporer yang merupakan perkembangan mutakhir filsafat ilmu sejak awal
abad keduapuluh sampai sekarang. Perkembangan filsafat ilmu di zaman ini ditandai
dengan munculnya filosof-filosof yang memberikan warna baru terhadap
perkembangan filsafat ilmu sampai sekarang. Muncul Karl Raymund Popper
(1902-1959) yang kehadirannya menadai babak baru dalam filsafat era
kontemporer.
Hakikat
Filsafat Ilmu
Filsafat Ilmu merupakan cabang ilmu filsafat yang hendak mengkaji
ilmu dari sisi filsafat untuk memberi jawaban terhadap sejumlah pertanyaan yang
mencakup apa itu ilmu (Ontologi), bagaimana ilmu itu diperoleh (dijawab dengan
Epistimologi) dan untuk apa ilmu itu dilahirkan (Aksiologi).
Filsafat ilmu merupakan
telaah secara filsafat yang ingin
menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakekat ilmu
seperti[3]:
1. Objek mana yang ditelaah ilmu? Bagaimana wujud hakiki objek?
Apa hubungan objek dengan tangkapan manusia (berfikir, merasa, mengindera) yang
membuahkan pengetahuan.
2. Bagaimana prosesyang memungkinkan ditimba pengetahuan yang
berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapat pengetahuan yang benar? Apa yang disebut kebenaran itu sendiri? Apa kriterianya? Bagaimana cara
dan teknik sarana yang membantu kita
mendapat pengetahuan yang berupa ilmu?
3. Untuk apa pengetahuan
yang berupa ilmu itu dipergunakan?
Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral?
Bagaimana penentuan objek yang ditelaah
berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasional metode ilmiah
dengan norma-norma moral/profesional?
Bahwa terdapat hubungan yang erat antara ontologi, epistemologi dan aksiologi dalam melandasi
kebenaaran filsafat ilmu, dapat dicermati dari Suriasumantri dalam
Atmadja, Nengah Bawa dan Atmadja, Anantawikrama Tungga dalam Deny Bagus (2016),
bahwa setiap jenis ilmu pengetahuan memiliki tiga ciri tersebut dan ketiganya
saling berkaitan, sehingga dengan cara ini dimungkinkan untuk mendapatkan
pemahaman yang utuh tentang hakikat ilmu pengetahuan secara, tidak saja
filosofis dan akademik, tetapi juga praktisnya.
Hakikat
Filsafat terdiri atas 3 (tiga) cabang besar, yaitu:
1. Ontologi (Teori Hakikat).
Ontologi
merupakan salah satu kajian kefilsafatan yang paling kuno dan berasal dari
Yunani. Studi tersebut membahas keberadaan sesuatu yang
bersifat konkret. Tokoh Yunani yang
memiliki pandangan yang bersifat ontologis yang terkenal diantaranya Thales, Plato,
dan Aristoteles. Pada masanya, kebanyakan orang belum mampu membedakan antara
penampa-kan
dengan kenyataan.
Hakekat kenyataan atau
realitas memang bisa didekati ontologi dengan dua macam sudut pandang:
a. Kuantitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah
kenyataan itu tunggal atau jamak.
b. Kualitatif, yaitu dengan mempertanyakan
apakah kenyataan (realitas) tersebut memiliki kualitas tertentu, seperti
misalnya daun yang memiliki warna kehijauan, bunga mawar yang berbau harum.
Ontologi berasal dari Bahasa
Yunani, yaitu on / ontos = being atau ada, dan logos = logic atau ilmu. Jadi,
ontologi bisa diartikan: The theory of
being qua being (teori tentang keberadaan sebagai keberadaan), atau Ilmu
tentang yang ada.
Sedangkan Otologi menurut istilah Bakhtiar dalam Annisa dkk
(2012): adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan
ultimate reality yang berbentuk jasmani/kongkret maupun rohani/abstrak.
Pembahasan pengetahuan
objek itu dipikirkan secara mendalam sampai pada hakikatnya, aliran-alirannya
terdiri dari:
a. Materialisme/Naturalisme: hakikat benda
adalah materi itu sendiri, rohani, jiwa, spirit muncul dari benda. Naturalisme
tidak mengakui roh, jiwa, tentu saja termasuk tidak mengakui adanya Tuhan.
b. Idealisme: hakikat benda adalah rohani,
spirit. Alasan: nilai rohnya lebih tinggi dari badan, manusia tidak dapat
memahami dirinya daripada dunia dirinya.
c. Dualisme: hakikat benda itu dua, materi dan
imateri. Materi bukan muncul dari roh dan roh bukan muncul dari benda.
d. Skeptisisme adalah paham yang memandang
sesuatu selalu tidak pasti (meragukan, mencurigakan).
2. Epistemologi (Teori Pengetahuan).
Ada beberapa pengertian
epistemologi yang diungkapkan para ahli yang dapat dijadikan pijakan untuk
memahami apa sebenarnya epistemologi itu. Epistemologi juga disebut teori
pengetahuan (theory of knowledge).
Secara etimologi, istilah
epistemologi berasal dari kata Yunani episteme berarti pengetahuan, dan logos
berarti teori. Epistemologi dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari
asal mula atau sumber, struktur, metode dan sahnya (validitasnya) pengetahuan.
Pengertian lain,
menyatakan bahwa epistemologi merupakan pembahasan mengenai bagaimana kita
mendapatkan pengetahuan: apakah sumber-sumber pengetahuan? Apakah hakikat,
jangkauan dan ruang lingkup pengetahuan? Sampai tahap mana pengetahuan yang mungkin untuk
ditangkap manuasia (William S. Sahakian dan Mabel Lewis Sahakian,1965, dalam
Jujun S.Suriasumantri, 2005).
Selanjutnya, pengertian
epistemologi yang lebih jelas diungkapkan Dagobert D. Runes. Dia menyatakan,
bahwa epistemologi adalah cabang filsafat yang membahas sumber, struktur, metode-metode
dan validitas pengetahuan. Sementara itu, Azyumardi Azra menambahkan bahwa
epistemologi sebagai “ilmu yang membahas tentang keaslian, pengertian,
struktur, metode dan validitas ilmu pengetahuan”.
Adapun aliran-aliran
epistemologi adalah sebagai berikut :
a. Empirisme (John Locke, 1632-1704).
b. Rasionalisme (Rene Decartes, 1596-1650).
c. Positivisme (August Compte, 1798-1857).
d. Intusionisme (Hendri Bergson, 1859-1941).
Hakikat Epsitemologi pada
umumnya berusaha memberi definisi ilmu pengetahuan,
membedakan cabang-cabangnya
yang pokok, lalu setelah itu mengidentifikasikan sumber-sumbernya dan
menetapkan batas-batasnya. “Apa yang bisa kita ketahui dan bagaimana kita
mengetahui” adalah masalah-masalah sentral epistemologi.
3. Aksiologi (teori nilai guna pengetahuan)
Menurut Kamus Filsafat,
Aksiologi Berasal dari bahasa Yunani Axios (layak, pantas) dan Logos (Ilmu).
Jadi aksiologi merupakan cabang filsafat yang mempelajari nilai. Jujun S. Suriasumantri
mengartikan aksiologi sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan
yang diperoleh.
Aksiologi berkaitan
dengan kegunaan dari suatu ilmu, hakekat ilmu sebagai suatu kumpulan
pengetahuan yang didapat dan berguna untuk kita dalam menjelaskan, meramalkan
dan menganalisa gejala-gejala alam. (Cece Rakhmat dalam Anisa dkk. : 2012). Dari
pendapat di atas dapat dikatakanbahwa Aksiologi merupakan ilmu yangmempelajari
hakikat dan manfaat yang sebenarnya dari pengetahuan.
Penilaian Aksiologi
menurut Bramel dalam Anisa dkk, (2012) membagi aksiologi dalam tiga bagian
yaitu :
a. Moral
conduct, yaitu tindakan moral. Bidang ini melahirkan disiplin khusus yakni
etika. Kajian etika lebih fokus pada prilaku, norma dan adatistiadat manusia.
Tujuan dari etika adalah agar manusia mengetahui dan
mampumempertanggungjawabkan apa yang ia lakukan.
b. Aesthetic
expression, yaitu ekspresi keindahan. Bidang ini melahirkan keindahan.
Estetika berkaitan dengan nilai tentang pengalaman keindahan yang dimiliki oleh
manusia terhadap lingkungan dan fenomena disekelilingnya.
c. Sosio-political
life, yaitu kehidupan social politik yang akan melahirkan filsafat
sosiopolitik.
Adapun aliran-aliran aksiologi terdiridari:
a. Hedonisme: sesuatu dianggap baik jika
mengandung kenikmatan bagi manusia (hedon).
b. Vitalisme: baik buruknya sesuatu ditentukan
oleh ada tidaknya kekuatan hidup yang dikandung objek-objek yang dinilai.
Misalnya manusia yang kuat, ulet, cerdas adalah manusia yang baik.
c. Utilitarisme: yang baik adalah yang
berguna.
Jumlah kenikmatan - Jumlah
penderitaan = Nilai perbuatan.
d. Pragmatisme: yang baik adalah yang berguna
secara praktis dalam kehidupan, ukuran kebenaran suatu teori ialah kegunaan
praktis teoriitu, bukan dilihat secara teoritis.
4. Konsep
Manajemen
Pengertian Manajemen
Seperti diketahui ilmu manajemen berkembang terus
hingga saat ini. Ilmu manajemen memberikan pemahaman kepada kita tentang
pendekatan ataupun tata cara penting dalam rneneliti, menganalisis dan
memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan manajerial.
Manajemen menurut Malayu
Hasibuan (2012)[4]
adalah ilmu dan seni yang mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan smber-sumber
lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai satu tujuan tertentu.
Dari pengertian manajemen
di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah suatu proses bekerja
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya secara efektif dan efisien
dengan menggunakan orang-orang melalui fungsi perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan dan pengendalian dengan memanfaatkan sumber daya-sumber daya yang
tersedia.
Unsur-unsur dan Dasar-dasar Manajemen :
Adapun unsur-unsur Manajemen
dikenal dengan 6M, yaitu:
1. Man (faktor manusia
adalah yang paling menentukan).
2. Money (uang untuk
mencapai tujuan).
3. Mathods (cara kerja
atau sistem kerja yang digunakan untuk mencapai tujuan).
4. Materials (bahan-bahan
yang diperlukan).
5. Machines (mesin-mesin
yang diperlukan untuk mencapai tujuan).
6. Market (pasar atau
pemasaran sebagai tempat untuk memperjualbelikan hasil produksi).
Sedangkan dasar-dasar manajemen terdiri
dari :
1. Adanya kerjasama di antara sekelompok orang dalam ikatan formal.
2. Adanya tujuan bersama serta kepentingan yang sama yang akan
dicapai
3. Adanya pembagian kerja, tugas dan tanggung jawab yang teratur.
4. Adanya hubungan formal dan ikatan tata tertib yang baik.
5. Adaya sekelompok orang dan pekerjaan yang akan dikerjakan.
Bidang-bidang Manajemen
Adapun bidang-bidang manajemen
meliputi: Manajemen Sumber Daya Manusia, Manjemen Pembelanjaan, Manajemen
Poduksi, Manajemen Biaya, Manajemen Pemasaran, Manajemen Perkantoran, Manajemen
Resiko dan Manjemen Berdasarkan Sasaran.
Berdasarkan uraian diatas
disimpulkan bahwa pada dasarnya manajemen merupakan
kerjasama dengan orang-orang untuk menentukan, menginterpretasikan dan mencapai tujuan-tujuan organisasi dengan
pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen.
5. Konsep Manajemen Sumber Daya Manusia.
Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM)
Ada beberapa
pengertian atau definisi mengenai Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dari
para ahli. Di antaranya adalah:
1. Drs. Malayu S.P. Hasibuan: MSDM
adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif
dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat.
2. Edwin B. Flippo: Manajemen personalia adalah perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian dari pengadaan, pengembangan,
kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, dan pemberhentian karyawan, dengan
maksud terwujudnya tujuan perusahaan, individu, karyawan, dan masyarakat.
3. Dale Yoder: Manajemen personalia adalah penyedia kepemimpinan dan
pengarahan para karyawan dalam pekerjaan atau hubungan kerja mereka.
4. Andrew F. Sikula: Administrasi kepegawaian adalah penempatan
orang-orang ke dalam suatu perusahaan.
5. John B. Miner dan Mary Green Miner:
Manajemen personalia didefinisikan sebagai suatu proses pengembangan,menerapkan,
dan menilai kebijakan-kebijakan, prosedur-prosedur, metode-metode, dan
program-program yang berhubungan dengan individu karyawan dalam organisasi.
6. Michel J. Jucius: Manajemen
personalia adalah lapangan manajemen yang pertalian dengan perencanaan,
pengorganisasian, dan pengendalian bermacam-macam fungsi pengadaan,
pengembangan, pemeliharaan, dan pemanfaatan tenaga kerja sedemikian rupa
sehingga:
a. Tujuan untuk apa perkumpulan didirikan dan
dicapai secara efektif dan efisien.
b. Tujuan semua pegawai dilayani sampai tingkat
yang optimal.
c. Tujuan masyarakat diperhatikan dan dilayani
dengan baik.
Manajemen adalah ilmu dan
seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya
secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Seperti yang
telah dibahas sebelumnya, terdiri dari 6M. Unsur men (manusia) ini berkembang menjadi suatu bidang ilmu manajemen
yang disebut Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) yang merupakan terjemahan
dari man power management.
MSDM lebih memfokuskan
pembahasan mengenai pengaturan peranan manusia dalam mewujudkan tujuan yang
optimal. Pengaturan itu meliputi masalah perencanaan (human resources planning), pengorganisasian, pengarahan, pengendalian,
pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan,
kedisiplinan, dan pemberhentian tenaga kerja untuk membantu terwujudnya tujuan
perusahaan, karyawan, dan masyarakat.
Komponen-komponen Manajemen Sumber Daya Manusia
Ada beberapa
komponen Manajemen
Sumber Daya Manusia (MSDM),
yaitu:
1. Pengusaha: setiap orang yang menginvestasikan
modalnya untuk memperoleh pendapatan.
2. Karyawan: merupakan kekayaan utama suatu perusahaan, karena tanpa
keikutsertaan mereka, aktivitas perusahaan tidak akan terjadi. Karyawan adalah
penjual jasa (melalui pikiran dan tenaganya) dan
mendapatkan kompensasi yang besarnya telah ditetapkan terlebih dahulu. Posisi
karyawan biasa dibedakan menjadi karyawan operasional dan karyawan manajerial
(pimpinan).
3. Pemimpin atau Manajer: adalah
seseorang yang mempergunakan wewenang dan kepemimpinannya untuk mengarahkan
orang lain serta bertanggung jawab atas pekerjaan orang tersebut dalam mencapai
suatu tujuan. Kepemimpinan adalah gaya seorang pemimpin mempengaruhi bawahannya
agar mau bekerja sama dan bekerja secara efektif dan efisien sesuai dengan
perintahnya. Asas-asas kepemimpinan antara lain bersikap tegas dan rasional,
bertindak konsisten dan berlaku adil serta jujur.
2.5.3. Peranan Manajemen Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia
berperan penting dalam manajemen. MSDM mengatur dan menetapkan program
kepegawaian yang mencakup masalah-masalah sebagai berikut:
1. Menetapkan jumlah, kualitas, dan penempatan tenaga kerja yang
efektif sesuai dengan kebutuhan perusahaan berdasarkan job description, job
specification, job requirement,
dan job evaluation.
2. Menetapkan penarikan, seleksi, dan penempatan karyawan
berdasarkan asas the right man in the
right place and the right job.
3. Menetapkan program kesejahteraan, pengembangan, promosi, dan
pemberhentian.
4. Meramalkan penawaran dan permintaan sumber daya manusia pada masa
yang akan datang.
5. Memperkirakan keadaan ekonomi pada umumnya dan perkembangan
perusahaan pada khususnya.
6. Memonitor dengan cermat undang-undang perburuhan dan
kebijaksanaan pemberian balas jasa perusahaan-perusahaan sejenis.
7. Memonitor kemajuan teknik dan perkembangan serikat buruh.
8. Melaksanakan pendidikan, pelatihan, dan penilaian prestasi
karyawan.
9. Mengatur mutasi karyawan, baik vertikal maupun horizontal.
10. Mengatur pensiun, pemberhentian, dan
pesangonnya.
Peranan Manajemen Sumber
Daya Manusia ini diakui sangat menentukan bagi terwujudnya tujuan, tetapi untuk
memimpin unsur manusia ini sangat sulit dan rumit. Tenaga kerja manusia selain
mampu, cakap, dan terampil, juga tidak kalah pentingnya untuk memiliki kemauan
dan kesungguhan untuk bekerja secara efektif dan efisien. Kemampuan dan
kecakapan menjadi kurang berarti bila tidak diikuti dengan moral kerja dan kedisiplinan
karyawan dalam bekerja mewujudkan tujuan.
Perkembangan Manajemen Sumber Daya Manusia
Perkembangan Manajemen Sumber
Daya Manusia didorong oleh kemajuan zaman. Perkembangan MSDM dipengaruhi oleh
masalah-masalah ekonomi
politik,
dan sosial.
Masalah-masalah ekonomi
meliputi:
1. Semakin terbatasnya faktor-faktor produksi, menuntut agar sumber
daya manusia dapat bekerja lebih efektif dan efisien.
2. Semakin disadari bahwa SDM paling berperan dalam mewujudkan
tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat.
3. Karyawan akan meningkatkan moral kerja, kedisiplinan, dan
prestasi kerjanya jika kepuasan diperoleh dari pekerjaannya.
4. Terjadinya persaingan yang tajam untuk mendapatkan tenaga kerja
yang berkualitas di antara perusahaan.
5. Para karyawan semakin menuntut keamanan ekonominya pada masa
depan.
Masalah-masalah politis
meliputi hal-hal berikut:
1. Hak asasi manusia semakin mendapat perhatian dan kerja paksa
jelas tidak diperkenankan lagi.
2. Organisasi buruh semakin banyak dan semakin kuat mengharuskan
perhatian yang lebih baik terhadap SDM.
3. Campur tangan pemerintah dalam mengatur perburuhan semakin
banyak.
4. Adanya persamaan hak dan keadilan dalam memperoleh kesempatan
kerja.
5. Emansipasi wanita yang menuntut kesamaan hak dalam memperoleh
pekerjaan.
Sedangkan masalah-masalah
sosial di antaranya adalah:
1. Timbulnya pergeseran nilai di dalam masyarakat akibat pendidikan dan
kemajuan teknologi.
2. Berkurangnya kebanggaan terhadap hasil pekerjaan akibat adanya
spesialisasi pekerjaan yang mendetail.
3. Semakin banyak pekerja wanita yang karena kodratnya perlu
mendapatkan perlakuan khusus sesuai perundang-undangan.
4. Kebutuhan manusia yang semakin beraneka ragam, material dan
non-material yang harus dipenuhi oleh perusahaan.
Fungsi- Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Fungsi-fungsi Manajemen
Sumber Daya Manusia terbagi ke dalam 11 (sebelas) bagian digambarkan dalam
bagan di bawah
ini:
Bagan 2
Fungsi-fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Dari bagan di atas, dijelaskan bahwa
fungsi manajemen meliputi:
1. Perencanaan: merencanakan tenaga kerja secara efektif dan efisien
agar sesuai dengan kebutuhan perusahaan dalam terwujudnya tujuan. Manfaat
perencanaan adalah:
a. Sebagai
standar pengasaan dan pengawasan.
b. Pemuilihan sebagai alterbatif terbaik.
c. Penyusunan skala proritas, baik sasaran
maupun kegiatan.
d. Membantu manajer menyesuaikan diri dengan
perubahan lingkungan.
e. Alat yang memudahkan dalam berkoordinasi
dengan pihak terkait.
f. Alat yang meminimalkan pekerjaan yang tidak
pasti.
2. Pengorganisasian: kegiatan untuk mengorganisasikan semua karyawan
dengan menetapkan pembagian kerja, hubungan kerja, delegasi wewenang,
integrasi, dan koordinasi dalam bagan organisasi. Manfaat Pengorganisasian adalah:
a. Mengatasi
terbatasnya kemampuan, kemauan, dan sumber daya yang dimiliki.
b. Untuk mencapai tujuan yang lebih efektif dan
efesien.
c. Wadah memanfaatkan sumber daya yang
dimiliki secara bersama-sama.
d. Wadah mengembangkan potensi dan spesialisasi
yang dimiliki seseorang.
e. Wadah mendapatkan jabatan dan pembagian kerja.
3. Pengarahan: kegiatan mengendalikan semua karyawan agar mau
bekerja sama dan bekerja efektif dan efisien.
4. Pengendalian: kegiatan mengendalikan semua karyawan agar menaati
peraturan-peraturan perusahaan dan bekerja sesuai rencana, meliputi kehadiran,
kedisiplinan, perilaku, kerja sama, pelaksanaan pekerjaan, dan menjaga situasi
lingkungan.
5. Pengadaan: proses penarikan, seleksi, penempatan, orientasi, dan
induksi untuk mendapatkan karyawan yang sesuai kebutuhan perusahaan.
6. Pengembangan: proses peningkatan keterampilan teknis, teoritis,
konseptual, dan moral karyawan melalui pendidikan dan pelatihan.
7. Kompensasi: pemberian balas jasa langsung dan tidak langsung uang
atau barang sebagai imbalan jasa.
8. Pengintegrasian: kegiatan untuk mempersatukan kepentingan
perusahaan dan kebutuhan karyawan.
9. Pemeliharaan: kegiatan untuk memelihara atau meningkatkan kondisi
fisik, mental, dan loyalitas karyawan agar tetap mau bekerja sampai pensiun.
10. Kedisiplinan: keinginan dan kesadaran untuk
mematuhi peraturan perusahaan dan norma-norma sosial.
11. Pemberhentian: putusnya hubungan kerja
seseorang dari perusahaan disebabkan oleh keinginan karyawan, perusahaan, atau
kontrak berakhir yang diatur dalam UU No. 12 tahun 1964.
6. Konsep Pemberdayaan
Pemberdayaan menurut Suzane Kindevatter dalam Djudju Sudjana
(2000:77) adalah setiap upaya pendidikan yang bertujuan membangkitkan
kesadaran, pengertian, dan kepekaan peserta terhadap perkembangan sosial,
ekonomi, dan politik sehingga pada gilirannya peserta memiliki kemampuan untuk
memperbaiki dan meningkatkan status sosial, ekonomi dan politiknya dalam
masyarakat.
Pemberdayaan
menurut Simon (Harry Hikmat:
2004:10) mengatakan bahwa: Pemberdayaan
adalah suatu aktivitas refleksif, suatu proses yang mampu diinisiasikan dan
dipertahankan hanya oleh agen atau subjek yang mencari kekuatan atau penentuan
diri sendiri (self-determination). Sementara proses lainnya hanya
dengan memberikan iklim, hubungan, sumber-sumber dan alat-alat prosedural yang
melaluinya, masyarakat dapat meningkatkan kehidupannya. Pemberdayaan merupakan sistem
yang berinteraksi dengan lingkungan sosial dan fisik.
Berdasarkan pendapat
tersebut, pemberdayaan bukan merupakan upaya pemaksaan kehendak, proses yang
dipaksakan, kegiatan untuk pramakarsa di luar, keterlibatan dalam kegiatan
tertentu saja, dan makna-makna lain yang tidak sesuai dengan pendelegasian
kekuasaan sesuai potensi yang dimiliki masyarakat. Tetapi pemberdayaan juga
adalah sebuah interaksi yang melibatkan lingkungan sosial masyarakat. Pemberdayaan adalah upaya untuk memandirikan
masyarakat lewat perwujudan potensi kemampuan yang mereka miliki yang berguna
untuk menunjang kehidupan pribadinya juga sosialnya.
Pemberdayaan
pada dasarnya adalah bagaimana mewujudkan masyarakat dapat berdaya dan jika ditinjau dari segi ekonomi yang
dikatakan adil dan beradab semakin efektif adalah masyarakat mempunyai kemampuan
untuk memenuhi kebutuhan dan mengembangkan kekuatan yang ada pada dirinya.
Memberdayakan
rakyat mengandung makna mengembangkan, mendirikan, menswadayakan posisi
tawar-menawar masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan-kekuatan penekanan di
segala bidang dan sektor, juga mengandung arti melindungi dan membela dengan
berpihak pada yang lemah, untuk mencegah terjadi persimpangan yang tidak
seimbang dari eksploitasi atas yang kuat.
Hubungan Filsafat Ilmu
dengan Manajemen Sumber Daya
Manusia
Berdasarkan paparan di atas,
diketahui bahwa filsafat ilmu merupakan cabang ilmu yang sangat penting bagi
keberlangsungan umat manusia di muka bumi ini. Filsafat ilmu memberikan
kontribusi yang besar terhadap maju mundurnya ilmu pengetahuan, begitupun
manajemen sebagai salah satu rumpun ilmu tidak bisa dipisahkan satu sama lain
dengan filsafat ilmu. Maka peranan filsafat ilmu terhadap manajemen SDM bisa dilihat
dalam 3 (tiga)
landasan yang masing-masing memiliki hubungan yang erat dan berkaitan untuk
memajukan kuliats hidup dan peradaban manusia.
Landasan Ontologi Manajemen Sumber
Daya Manusia
Landasan Ontologi dari praktek manajemen adalah hakekat dari praktek manajemen.
Hakekat itu merupakan “ada”-nya dari manajemen. Inilah esensi dari praktek
manajemen. Tanpa hakekat ini, praktek manajemen menjadi tidak bermakna.
Ontologi dari Manajemen SDM bisa direlevansikan sebagai jaringan komunikasi
intensif antar individu yang memiliki perbedaan keterampilan dan ilmu, namun
bekerja untuk mewujudkan tujuan yang sama. Jadi, ontologi dari praktek
manajemen adalah sebagai jaringan komunikasi yang saling bertautan satu sama
lain. Jaringan komunikasi itu juga mengandaikan adanya tanggung jawab
masing-masing individu untuk berkomitmen pada tugas dan tujuan yang ada.
Tujuan itu haruslah
menjadi bagian dari identitas dan cita-cita bersama. Setiap
organisasi/perusahaan haruslah menentukan tujuan serta arah yang hendak dicapai
dalam organisasi tersebut dan harus bisa dikomunikasikan terhadap seluruh
elemen yang ikut berkontribusi terhadap keberlangsungan hidup organisasi
tersebut.
Adapun aspek realitas
yang dijangkau teori dan manajemen melalui pengalaman panca indra ialah dunia
pengalaman manusia secara empiris baik yang berupa tingkat kualitas maupun
kuantitas hasil yang dicapai.
Objek materi ilmu
manjemen ialah sisi manajemen yang mengatur seluruh kegiatan manajemen meliputi,
Perencanaan, Pengorganisasian, Pengerahan (motivasi, kepemimpinan, pengambilan
keputusan, komonikasi, koordinasi, dan negosiasi serta pengembangan organisasi)
dan Pengendalian (meliputi pemantauan, penilaian, dan pelaporan).
Secara bertahap, landasan
ontologi manajemen diterapkan dalam Manajemen SDM dikembangkan dalam beberapa
strategi perusahaan untuk mendapatkan tujuan di antaranya:
1. Perumusan Visi dan Misi, Peluang dan Tantangan, Kekuatan dan
Kelemahan, Sararan Jangka Panjang, Strategi Alternatif, Pemilihan strategi yang
dipakai untuk merumuskan tujuan yang hendak dicapai oleh perusahaan tersebut.
2. Implementasi, yang meliputi Sasaran Tahunan, Kebijakan, Motivasi
Karyawan dan Alokasi Sumber Daya.
3. Evaluasi, meliputi Peninjauan Internal dan Eksternal, Mengukur
Kinerja, dan Tindakan Perbaikan.
Dalam landasan ontologi
manajemen maka harus bisa menjawab semua hal yang menyangkut hakikat dasar dari
sebuah organisasi itu didirikan, di antaranya:
1. Perusahaan haruslah mengetahui bidang dan objek apa perusahaan
tersebut bergerak, apakah di bidang jasa, keuangan atau lainnya.
2. Apakah wujud yang hakiki dari objek perusahaan tersebut.
3. Bagaimana hubungan antara objek tadi dengan daya tangkap manusia
(seperti berpikir, merasa dan mengindera) yang membuahkan pengetahuan.
Maka secara keseluruhan
landasan ontologi manajemen merupakan pedoman untuk setiap organisasi dalam
bergerak menggapai tujuan bersama.
Landasan Epistemologi Manajemen Sumber
Daya Manusia
Epistemologi berasal dari
bahasa Yunani episteme yang berarti pengetahuan
dan logos yang berarti teori. Jadi, dengan istilah itu yang dimaksud
adalah penyelidikan asal mula pengetahuan atau strukturnya, metodenya, dan
validitasnya.
Manajemen dapat pula
didefinisikan sebagai seni dan ilmu mengelola sumber daya alam (SDA) dan sumber
daya manusia (SDM) mencapai tujuan ekonomi secara efektif dan efisien. Dalam perkembangannya epistemologi menampakkan
jarak yang asasi antara rasionalisme dan empirisme, walaupun sebenarnya
terdapat kecenderungan beriringan.
Landasan epistemologi manajemen
SDM tercermin secara operasional dalam metode ilmiah. Pada dasarnya metode
ilmiah merupakan cara ilmu memperoleh dan menyusun tubuh pengetahuan dengan
berdasarkan:
1. Kerangka pemikiran yang
bersifat logis dengan argumentasi yang konsisten dengan pengetahuan sebelumnya
yang telah berhasil disusun.
2. Menjabarkan hipotesis yang
merupakan deduksi dari kerangka tersebut dan melakukan verifikasi terhadap
hipotesis termaksud dengan menguji kebenaran pernyataan secara faktual. Misalnya
pertanyaan-pertanyaan:
a. Bagaiman
proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu ?
b. Bagaimana prosedurnya ?
c. Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar
kita mendapatkan pengetahuan yang benar ?
d. Apa yang disebut kebenaran itu sendiri ?
e. Apakah kriterianya ?
f. Cara/teknik/sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan
yang berupa ilmu ?
Untuk itulah maka landasan
epistemologi manajemen haruslah bisa menjawab beberapa pertanyaan di atas
dengan mencari formula atau metode yang tepat bagaimana sebuah organisasi dapat
beroprasi dengan tujuan yang telah ditentukan.
Secara umum, landasan epistemologi manajemen
sumber daya manusia bisa diaplikasi dalam beberapa pendekatan di bawah ini :
a. Manajemen SDM sebaiknya melakukan
pendekatan sistem sosial. Pendekatan sisitem sosial ini memandang bahwa
organisasi/perusahaan adalah suatu sistem yang kompleks yang beroperasi dalam
lingkungan yang kompleks. Manajer mengakui dan menyadari bahwa tujuan
organisasi/perusahaan baru akan tercapai jika terbina kerja sama yang hamonis
antara sesama karyawan, bawahan dengan atasan, serta terjadi interaksi yang
baik di antara semua karyawan. Pemikiran ini didasarkan pada adanya saling ketergantungan,
interaksi, dan keterkaitan di antara sesama karyawan. Mungkin saja pendekatan
mekanis dipakai karena teknologi diperlukan untuk memajukan perusahaan namun
tidak semua diadaptasi secara keseluruhan agar tidak menggantikan peran manusia
sebagai subjek yang memiliki krativitas dan keberdayaan.
b. Perusahaan haruslah menjalankan fungsi-fungsi
manajemen di bawah ini:
1) Perencanaan: Menentukan sasaran dan standar-standar,
membuat aturan dan prosedur, menyusun rencana-rencana dan melakukan peramalan.
2) Pengorganisasian: Memberikan tugas spesifik kepada
setiap bawahan, membuat divisi-divisi, mendelegasikan wewenang kepada bawahan,
meembuat jalur wewenang dan komunikasi, dan mengoordinasikan pekerjaan bawahan.
3) Penyusunan staf: Menentukan tipe orang yang
harus dipekerjakan, merekrut calon karyawan, memilih karyawan, menetapkan standar
prestasi, memberikan kompensasi kepeda karyawan, mengevaluasi prestasi,
memberikan konseling kepada karyawan, melatih dan mengembangkan karyawan.
4) Kepemimpinan: Mendorong orang lain untuk menyelesaikan
pekerjaan, mempertahankan semangat kerja, dan memotivasi bawahan.
5) Pengendalian: Menetapkan standar, seperti kuota
penjualan, standar penjualan, standar kualitas, atau tingkat produksi, memeriksa
untuk melihat bagaimana prestasi yang dicapai dibandingkan dengan standar-standar
ini, melakukan koreksi jika dibutuhkan.
c. Perusahaan haruslah mengadakan pengembangan terhadap karyawan.
Kegiatan yang bisa dilakukan seperti di bawah ini:
1) Orientasi atau
Sosialisasi. Kegiatan ini merupakan
pengenalan karyawan baru terhadap kebijakan dan program perusahaan/
oraganisasi, hal ini diharapkan terciptanya rasa memiliki dengan iklim kerja
yang kondusif.
2) Pelatihan
dan Pengembangan. Pelatihan dirancang untuk meningkatkan keterampilan dalam
pekerjaan.
3) Perencanaan dan Pengembangan
Karir. Karir karyawan dan kebutuhan
perusahaan adalah hal yang tak terpisahkan, oleh karena itu perusahaan harus
membantu karyawannya dalam merencanakan karir mereka agar kebutuhan kedua belah
pihak dapat terpenuhi.
d. Manajemen SDM haruslah menjalankan perannya sebagai berikut:
1) Melakukan persiapan dan seleksi tenaga kerja (Preparation and selection).
Hal-hal yang harus dilakukan adalah persiapan, rekruitmen, dan seleksi tenaga
kerja.
2) Pengembangan dan evaluasi karyawan (Development and evaluation).
3) Memberikan kompensasi dan proteksi pada pegawai (Compensation and protection).
Landasan epistomologi manajemen haruslah sanggup melahirkan cara dan
metode terbaik dan diiringi dengan support teknologi yang memadai akan
menjadikan karyawan tidak hanya sebagai pekerja tetapi pelaku sekaligus
penggagas dalam pencapaian tujuan. Apabila karyawan sebagai aset sumberdaya manusia
dibina dan dipenuhi tuntukan keebutuhannya baik yang menyangkut kesejahteraan
atau pengetahuan sebagai bekal diri masing-masing tentu akan menghasilkan
performa yang berkualitas.
Landasan Aksiologis Manajemen
Sumber Daya Manusia
Berasal dari bahasa Yunani axios yang berarti `memiliki harga,
`mempunyai nilai`, dan logos yang bermakna `teori` atau `penalaran`, artinya
sebagai teori tentang nilai yang diinginkan atau teori tentang nilai yang baik
dan dipilih. Teori ini berkembang sejak jaman Plato dalam hubungannya dengan
pembahasan mengenai bentuk atau ide (ide tentang kebaikan).
Di dalam praktek manajemen, ada lima nilai yang kiranya menjadi titik tolak,
yakni
nilai-nilai: Pengabdian, Kemanusiaan, Ekonomi, Lingkungan hidup dan Estetika.
Aksiologi merupakan suatu pendekatan yang menguji dan mengintegrasikan
semua nilai tersebut dalam kehidupan manusia. Dengan kata lain nilai-nilai
tersebut ditanamkan dalam pribadi para pemimpin bisnis (Manajer), staf dan pegawai.
Sesuai dengan tujuannya, maka manfaat manajemen SDM adalah:
1. Terwujudnya suatu proses
kegiatan perekonomian yang Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan.
2. Terciptanya pelaku kegiatan
manajerial yang aktif mengembangkan potensinya untuk memiliki kekuatan spritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
3. Tercapainya tujuan
perekonomian secara efektif dan efisien.
4. Tercapainya pemberdayaan yang signifikan sebagai upaya untuk meningkatkan
pembangunan dan kualitas hidup manusia
Permasalahan aksiologi meliputi sifat nilai, tipe nilai, kriteria
nilai, status metafisika nilai. Pada adasarnya ilmu harus digunakan untuk
kemaslahatan umat manusia. Ilmu dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk
meningkatkan taraf hidup manusia dan kesejahteraannya dengan menitikberatkan
pada kodrat dan martabat.Untuk kepentingan manusia, maka pengetahuan ilmiah
yang diperoleh disusun dan dipergunakan secara komunal dan universal sehingga kesuksesan
dan kebahagiaan akan tercapai dengan seimbang.Seperti dijelaskan oleh Nana
Rukmana (2006:6) bahwa kesuksesan dan kebahagiaan adalah tercapainya berbagai
prestasi dan tujuan tertentu, baik dalam hal agama ataupun dunia, yang
pengaruhnya tampak secara jelas dalam kehidupan seseorang pada tingkat
individu, keluarga, karier dan profesi.
KESIMPULAN
Setelah
uraian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Filsafat berasal dari Bahasa Yunani terdiri
dari dua suku kata yaitu “Philos” dan “Sophia”. “Philos” biasanya diterjemahkan
dengan istilah gemar, senang, atau cinta. “Sophia” dapat diartikan
kebijaksanaan. Jadi “filsafat” berarti cinta kepada kebijaksanaan. Menjadi
“bijaksana” berarti mendalami hakekat sesuatu.
2. Ilmu berasal dari bahasa Arab: ‘alima, ya’lamu, ‘ilman, dan wazanfa ’ilayaf ’alu yang artinya ilmu adalah pengetahuan suatu bidang secara sistematis berdasarkan
metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu di
bidang itu.
3. Filsafat Ilmu merupakan cabang ilmu filsafat yang hendak mengkaji
ilmu dari sisi filsafat untuk memberi jawaban terhadap sejumlah pertanyaan yang
mencakup apa itu ilmu (Ontologi), bagaimana ilmu itu diperoleh (dijawab dengan
Epistimologi) dan untuk apa ilmu itu dilahirkan (Aksiologi).
4. Manajemen Sumber Daya Manusia adalah suatu proses perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan, dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan
sumber daya-sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang
telah ditetapkan.
5. Pemberdayaan merupakan terjemahan dari kata empowerment adalah proses yang dilaksanakan secara sengaja dan
terus menerus dan direncanakan serta
mempunyai cara dan metode untuk tujuan tertentu agar memiliki nilai kebergunaan
untuk dirinya juga lingkungan sekitarnya.
6. Landasan
filsafat manajemen sumber daya
manusia secara ontologi, epistomologi dan aksiologi
merupakan suatu pendekatan secara teknis dalam usaha untuk meningkatan pemberdayaan manusia yang saling berhubungan erat dalam konsep pencapaian
tujuan yang diharapkan, metode yang digunakan serta hasil yang diharapkan untuk
keberlangsungan kehidupan
manusia.
REFERENCE
Drijkara,
N. (2004). Filsafat Manusia.Yogyakata. Kanisius.
Hasibuan,
M. (2012). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta. Bumi Aksara.
Kusumaningrum,
A. (2012). Dimensi Kajian Filsafat Ilmu. Makalah pada Magister Undip. Semarang:
tidak diterbitkan.
Maulidih,
S. (2012). Manajemen Sumber Daya Manusia. Modul pada Universitas Brawijaya.
Malang: tidak diterbitkan.
Morris,
T. (2003). Sang CEO bernama Aristoteles, Sukses Berbisnis dengan Kearifan
Filsofis. Bandung. Mizan.
Nazir,
M. (2003). Metode Penelitian. Jakarta. Ghalia Indonesia.
Nessa,
N. (2014). Buku Ajar Filsafat Ilmu. Modul
pada Unhas. Makassar: tidak diterbitkan.
Rukmana,
N. (2006). Meraih Sukses dan Kebahagiaan Hidup. Bandung. Alfabeta.
Snijders, A. (2004). Antropologi Filsafat Manusia
Paradoks dan Seruan. Yogyakarta. Kanisius.
Sudjana,
D. (2001). Pendidikan Luar Sekolah. Wawasan, Sejarah Perkembangan, Falsafah dan
Teori Pendukung Asas. Bandung. Nusantara Press.
Sugiyono.
(2014). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung.
Alfabeta.
Suriasumantri,
J. (2000). Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar
Populer. Jakarta. Pustaka Sinar Harapan.
Thomas,
C. (1978). Perencanaan Perusahaan Praktis.
Jakarta. Balai Aksara
Tim
pengembang. (2016). Pedoman Bahasa Indonesia. Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia. Jakarta. Depdiknas.
Utama,
G. (2012). Logika Ilmu Filsafat. Bahan Ajar pada Universitas Dhiyanapura. Bali
: tidak diterbitkan.
_
(2005). Pedoman Peulisan Karya Ilmiah.
Laporan Buku, Makalah, Skripsi, Tesis, Disertasi. UPI Bandung. Depdiknas.
http://jurnal-sdm.blogspot.co.id/2016/04/aspek-aksiologi-ilmu-manajemen-filsafat.html [20 Oktober 2017]
[1] Adelbert
Snijders, Antropologi Filsafat: Manusia,
Paradoks dan Seruan, Yogyakarta: 2004, hlm. 13.
[2] Jujun S. Suriasumantri,
Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer
(Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2000), hlm. 20.
[3] Ibid,
hal 33-34.
[4] Malayu Hasibuan, Manajemen
Sumber Daya Manusia.
(Jakarta : Bumi Aksara, 2012), hlm. 1.
Tidak ada komentar
Posting Komentar