Idea-idealy

Create and share all of ideas

Perang Saudara Amerika tahun 1861-1865

Share:

Perang Saudara Amerika yang berlangsung dari tahun 1861 hingga 1865, yang juga dikenal sebagai Perang Antar Negara Bagian, adalah sebuah perang saudara di Amerika Serikat antara negara bagian di Utara yang pro persatuan, disebut “Serikat”, dengan negara bagian di Selatan yang mengumumkan pemisahan dari Amerika Serikat dan membentuk Konfederasi Amerika atau dikenal sebagai kubu "Konfederasi". Dipimpin oleh Jefferson Davis, pihak Konfederasi memperjuangkan kemerdekaannya dari Amerika Serikat. Pemisahan ini terjadi setelah terjadi perseteruan berkepanjangan mengenai status Perbudakan di Amerika Serikat di mana dua puluh negara bagian Amerika Serikat yang kebanyakan terletak di bagian Utara mendukung anti perbudakan, sementara negara bagian Amerika Serikat di bagian Selatan kebanyakan negara pro perbudakan, sehingga perang juga bisa disebut Utara melawan Selatan.



Di abad ke-19, berdasarkan kondisi sosial ekonominya, Amerika Serikat bisa dibagi ke dalam 2 wilayah: wilayah utara yang sektor industri serta infrastruktur modernnya berkembang pesat dan wilayah selatan yang relatif lebih tertinggal serta masih menggantungkan dirinya pada sektor pertanian, khususnya kapas. Di wilayah selatan inilah terdapat budak-budak kulit hitam yang dimiliki dan diperkerjakan oleh para petani kaya setempat untuk membantu menggarap lahan pertanian. Dari segi taraf hidup dan budaya, wilayah utara juga dianggap lebih makmur dan lebih liberal ketimbang wilayah selatan yang dianggap lebih tradisional dan lebih kolot.

Kondisi sosial di Amerika Serikat pada abad ke-19 lantas memunculkan istilah "negara bagian bebas" untuk wilayah utara dan "negara bagian budak" untuk wilayah selatan. Akibat kritik dan penolakan yang diperlihatkan wilayah utara terhadap praktik perbudakan di wilayah selatan, hubungan antara masyarakat kedua wilayah pun mulai menegang. Ketegangan antara kedua wilayah semakin menjadi-jadi ketika pada tahun 1819, daerah Missouri ingin menjadi negara bagian Amerika Serikat yang baru. Masalah muncul ketika terjadi perbedaan pendapat mengenai apakah Missouri sebaiknya diterima sebagai negara bagian bebas atau negara bagian budak.

Walaupun negara Konfederasi sudah berdiri sejak tahun 1860, perang baru meletus pada tanggal 14 April 1861 setelah pada tanggal tersebut, pasukan Konfederasi berhasil menduduki Benteng Fort Sumter, Carolina Selatan. Jatuhnya Benteng Sumter ke tangan pasukan Konfederasi lantas diikuti dengan bergabungnya negara bagian Arkansas, Tennessee, Virginia, dan Carolina Utara ke dalam Konfederasi sehingga sekarang, total ada 11 negara bagian yang menjadi anggota Konfederasi.

Di pihak lawan, kemenangan pasukan Konfederasi direspon oleh Presiden Lincoln dengan memerintahkan perekrutan relawan perang besar-besaran dan blokade di sekitar wilayah Konfederasi.

Bulan Juli 1861, pertempuran berskala besar antara pasukan Serikat dengan Konfederasi akhirnya pecah di Sungai Bull Run, di sebelah selatan ibukota Washington, yang berakhir dengan kemenangan pasukan Konfederasi sehingga pasukan Serikat yang selamat terpaksa mundur ke ibukota. Kaget dengan kekalahan tersebut, parlemen Amerika Serikat pun mengeluarkan resolusi yang menyatakan bahwa perang melawan Konfederasi dilakukan bukan untuk menghapus perbudakan, melainkan untuk menjaga keutuhan negara. Harapannya, resolusi tersebut akan membuat negara-negara bagian budak yang masih menjadi bagian dari Serikat mengurungkan niatnya untuk bergabung dengan Konfederasi.

Fokus utama dari pertempuran-pertempuran di front barat adalah daerah sekitar Sungai Mississippi karena sungai yang bisa dilayari tersebut sangat vital sebagai jalur transportasi menuju Samudera Atlantik. Bulan Agustus 1861, pasukan Serikat berhasil dikalahkan di tepi Anak Sungai Winson oleh pasukan Konfederasi yang berjumlah 2 kali lebih banyak. Namun, kegemilangan pasukan Konfederasi tidak bertahan lama setelah mereka mengalami kekalahan di Arkansas pada bulan Maret 1862 sehingga negara bagian Missouri tetap berada di bawah kendali pihak Serikat.

Bulan Maret 1862, pasukan Serikat yang berkekuatan 100.000 personil memulai "Kampanye Semenanjung", serangan besar-besaran yang ditujukan untuk merebut Richmond, ibukota dari Konfederasi, lewat semenanjung yang diapit oleh Sungai York dan Sungai James yang terletak di pantai barat Konfederasi.

Bulan April 1862, pasukan Serikat berhasil menguasai New Orleans tanpa perlawanan berarti sehingga pihak Serikat kini memiliki kontrol penuh atas Sungai Mississippi, minus daerah muara sungai hingga kota Vicksburg karena adanya benteng milik pihak Konfederasi di kota tersebut. Pertempuran yang jauh lebih berdarah sendiri terjadi di Shiloh, Tennessee, pada awal bulan yang sama. Dalam pertempuran di Shiloh, pasukan Serikat awalnya berada dalam posisi terdesak karena tidak menyangka akan mendapatkan serangan mendadak dari pihak Konfederasi. Namun datangnya bala bantuan membuat pihak Serikat akhirnya bisa memenangkan pertempuran yang memakan korban tewas 23.000 jiwa di kedua belah pihak tersebut.

Awalnya pasukan Serikat sukses melaju hingga tinggal berjarak beberapa kilometer dari Richmond. Namun, pada akhirnya keinginan pasukan Serikat untuk menguasai Richmond gagal terwujud setelah mereka berhasil dikalahkan oleh pasukan Konfederasi dalam pertempuran yang berlangsung selama 7 hari di akhir bulan Juni 1862.

Kegemilangan pasukan Konfederasi di medan perang front timur masih berlanjut ketika di akhir Agustus 1862, mereka kembali terlibat pertempuran dengan pasukan Serikat di Sungai Bull Run. Dalam pertempuran tersebut, pasukan Konfederasi pimpinan Robert E. Lee secara cerdik memecah diri mereka menjadi 2 di mana sebagian dikirim untuk merebut gudang senjata lawan dan memaksa pasukan Serikat untuk mengonsentrasikan perhatiannya ke sana, sementara sebagian lainnya yang berjumlah lebih banyak baru menampakkan diri sehari kemudian untuk melakukan serangan mendadak yang sukses memaksa sisa-sisa pasukan Serikat yang kekuatannya sudah menurun untuk mundur kembali ke Washington.

Sukses memukul mundur pasukan Serikat di Sungai Bull Run, pasukan Konfederasi pimpinan Lee melanjutkan pergerakannya pada bulan September 1862 dan berencana menyerbu Maryland dengan menyeberangi Sungai Potomac. Namun saat baru berada di anak sungai Antietam, pasukan Konfederasi dicegat oleh pasukan Serikat sehingga pertempuran sengit pun tak terelakkan. Total, ada 23.000 korban jiwa yang timbul akibat pertempuran tersebut sehingga hari terjadinya pertempuran di Antietam menjadi hari paling berdarah dalam sejarah Amerika Serikat. Namun berkat pertempuran di Antietam pula, invasi pasukan Konfederasi ke Maryland gagal terwujud dan popularitas Lincoln menanjak sehingga ia bisa mengumandangkan Proklamasi Emansipasi mengenai pembebasan budak di seluruh wilayah Amerika Serikat.

Nasib baik masih menaungi pihak Serikat setelah pada bulan Desember 1862, pasukan Serikat berhasil mengalahkan pasukan Konfederasi di dekat Fayetteville, Arkansas. Kendati demikian, pasukan Serikat masih belum berhasil menaklukkan Vicksburg yang terletak di tepi timur Sungai Mississippi walaupun sudah melakukan penyerangan berkali-kali dari arah utara. Pihak Serikat lantas melakukan modifikasi taktik dengan cara menyelinap ke sebelah selatan Vicksburg dari tepi barat Sungai Mississipi dan memutus jalur logistik kota tersebut sejak permulaan Mei 1863. Hasilnya, pasukan Konfederasi di Vicksburg mengibarkan bendera putih pada bulan Juli 1863 dan seluruh Sungai Mississippi kini dikuasai oleh pihak Serikat.

Awal Juli 1863 adalah salah satu periode yang paling berdarah dalam perang sipil Amerika Serikat karena pada periode itu, terjadi pertempuran di Gettysburg, Pennsylvania. Awalnya pasukan Konfederasi ingin mencaplok Pennsylvania untuk mengancam kedudukan Washington dan mendapatkan pengakuan diplomatis dari negara-negara Eropa, namun di sana, pihak Konfederasi mendapatkan perlawanan sengit dari pasukan Serikat. Setelah melalui pertempuran sengit selama 3 hari, pasukan Konfederasi terpaksa mundur dengan menanggung korban tewas 28.000 orang. Akibat pertempuran di Gettysburg pula, pasukan Konfederasi tidak bisa lagi melakukan invasi skala besar ke wilayah utara yang merupakan basis pasukan Serikat.

Bulan November 1863, pasukan Serikat kembali menorehkan catatan emas setelah berhasil mengalahkan pasukan Konfederasi di Chattanooga yang terletak di tepi Sungai Tennessee, negara bagian Tennessee. Dalam pertempuran tersebut, pasukan Serikat melakukan serangan dari arah utara serta selatan sekaligus dan sukses mendesak mundur pasukan Konfederasi ke negara bagian Georgia yang terletak di sebelah tenggara Tennessee. Dengan kemenangan dalam pertempuran di Chattanooga, seluruh wilayah Tennessee kini berada di bawah kendali pihak Serikat dan jalur penyerbuan menuju Georgia serta Virginia, lokasi dari Richmond, ibukota Konfederasi, menjadi terbuka lebar.

Berkat kegemilangannya memimpin pasukan Serikat memenangkan pertempuran-pertempuran di front barat, Lincoln mengangkat Ulysses S. Grant sebagai pemimpin militer tertinggi pihak Serikat pada permulaan tahun 1864 untuk menaklukkan sisa-sisa wilayah Konfederasi. Grant kemudian mengajukan ide mengenai perang total (total war), yaitu taktik menghancurkan bangunan-bangunan penting milik pihak Konfederasi seperti rumah, lahan pertanian, dan jalan raya untuk mengalahkan pihak Konfederasi sepenuhnya sehingga mereka tidak bisa lagi bangkit melawan. Rencana perang Grant tersebut lantas dikenal sebagai Kampanye Lewat Darat Milik Grant.

Rencana perang total Grant dimulai dengan mengirimkan pasukan Serikat untuk melakukan serangan kilat lewat Wilderness, Virginia, pada awal Mei 1864. Namun, pasukan Konfederasi bergerak cepat dan sukses memukul mundur pasukan Serikat di Wilderness. Grant lalu memerintahkan pasukannya bergerak ke Spotsylvania, namun pasukan Serikat kembali berhasil dipukul mundur oleh pasukan Konfederasi yang tiba di sana lebih dulu. Masih belum kapok, Grant kemudian menggerakkan pasukannya ke Cold Harbor yang lokasinya dekat dengan ibukota Richmond, namun pasukan Serikat lagi-lagi berhasil dipukul mundur dengan jumlah korban tewas lebih dari 12.000 orang.

Beralih ke sebelah selatan, pasukan Serikat yang berkekuatan 110.000 orang melakukan penyerbuan ke Georgia pada awal Mei 1864. Di sana, pasukan Serikat banyak melakukan taktik serangan sembunyi-sembunyi untuk menekan jumlah korban tewas. Perlahan tapi pasti, pasukan Serikat semakin dekat dengan kota Atlanta dan berhasil memutus jalur logistik kota tersebut. Merasa putus asa, pihak Konfederasi lalu membumi hanguskan kota Atlanta dan meninggalkannya pada bulan September. Memasuki bulan Desember, giliran kota pesisir Savannah yang jatuh ke tangan pasukan Serikat. Berkat rentetan keberhasilan pasukan Serikat tersebut, popularitas Lincoln meroket sehingga ia sukses memenangkan pemilu presiden di tahun yang sama.

Tahun berganti, Konfederasi semakin terdesak karena kini Virginia menjadi satu-satunya negara bagian yang masih berada di bawah kendali mereka. Robert E. Lee naik menjadi pemimpin militer tertinggi pihak Konfederasi, namun hal tersebut tidak banyak mengubah alur peperangan. Hal tersebut bisa dilihat pada awal April 1865 di mana kota Petersburg dan ibukota Richmond jatuh ke tangan pasukan Serikat yang sudah melakukan pengepungan di sekitar Petersburg sejak bulan Juni 1864. Lee dan para pengikutnya yang masih tersisa lantas melarikan diri ke arah barat, namun ia juga sadar bahwa pasukan Konfederasi tidak akan sanggup bertempur lebih lama lagi.

Tanggal 9 April 1865, Lee pergi ke desa Appomattox, Virginia, untuk menyerah tanpa syarat. Menyerahnya Lee lantas diikuti dengan menyerahnya jenderal-jenderal pasukan Konfederasi yang lain. Jenderal Stand Watie menjadi jenderal pasukan Konfederasi terakhir yang menyerah pada tanggal 23 Juni 1865. Dengan menyerahnya jenderal-jenderal Konfederasi, perang sipil Amerika Serikat pun berakhir dengan kemenangan pihak Serikat dan negara-negara bagian anggota Konfederasi kembali menjadi bagian dari Amerika Serikat. Sayang, berakhirnya perang sipil Amerika Serikat juga diwarnai dengan insiden tewasnya Presiden Lincoln akibat dibunuh oleh John Wilkes Booth, pendukung sistem perbudakan, pada tanggal 14 April 1865.

Perang sipil Amerika Serikat adalah perang paling berdarah dalam sejarah Amerika Serikat karena jumlah korban tewas yang mencapai lebih dari 600.000 jiwa. Sementara mereka yang terluka di medan perang namun masih hidup banyak yang harus kehilangan anggota badannya. Salah satu penyebab tingginya korban tewas adalah akibat masih banyaknya penggunaan taktik dari era Perang Napoleon seperti berbaris dan berlari ke arah pasukan musuh secara bersama-sama. Padahal teknologi senapan di masa perang sipil Amerika Serikat sudah lebih berkembang yang ditandai dengan semakin tingginya akurasi senapan dan ditemukannya senjata api yang bisa menembak secara berulang-ulang dengan jeda waktu singkat.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan pihak Serikat bisa memenangkan perang. Dari segi jumlah penduduk dan kemajuan infrastruktur, kubu Serikat memang lebih unggul sehingga peluang mereka untuk memenangkan perang sejak awal memang lebih besar. Selama perang sipil, pihak Serikat juga melakukan blokade di sekitar wilayah Konfederasi sehingga pihak Konfederasi tidak bisa mengekspor kapas yang notabene merupakan komoditas ekonomi andalannya. Pihak Konfederasi sendiri awalnya berharap Inggris akan membantu Konfederasi supaya suplai kapasnya tetap lancar. Namun faktanya, Inggris menolak untuk membantu pihak Konfederasi karena Inggris menolak praktik perbudakan dan masih melimpahnya stok kapas di Eropa serta daerah-daerah jajahan Inggris.

Perang sipil Amerika Serikat juga meninggalkan setumpuk masalah baru pasca perang. Beberapa di antaranya adalah porak-porandanya sebagian wilayah Amerika Serikat, anjloknya taraf kemakmuran penduduk wilayah selatan, dan masih tingginya sentimen kebencian antara penduduk wilayah utara dengan selatan. Untuk menanggulangi masalah-masalah tersebut, sejak perang berakhir hingga tahun 1867, Amerika Serikat memasuki periode yang dikenal sebagai era Rekonstruksi. Sejumlah masalah berhasil diselesaikan selama periode tersebut, namun sebagian lainnya tetap tidak terselesaikan. Salah satu suara negatif bahkan menganggap kalau era Rekonstruksi tidak lebih sebagai upaya orang-orang di wilayah utara untuk membalas dendam dan memperkuat dominasinya atas wilayah selatan.

Jika dilakukan Analisis SWOT mengenai langkah-langkah strategis yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Amerika Serikat untuk melaksanakan diplomasi pertahanannya, maka dapat digambarkan dalam tabel di bawah ini:


Dalam perspektif Komunikasi Persuasif, ada 5 (lima) pendekatan yang dapat dilakukan untuk mempermudah proses negosiasi. Kelima pendekatan itu adalah persuasi logis, kekuatan dan paksaaan, kompromi, konsesi, dan pendekatan emosional.

Dalam penyelesaian permasalahan diplomasi Negara Amerika Serikat untuk meredakan pemberontakan Pasukan Konfederasi, Pemerintah Amerika Serikat menggunakan pendekatan kekuatan dan paksaan, di mana kekuatan militer menjadi kekuatan utama dalam melakukan tindakan “diplomasi”.

Perang Saudara di Negara Amerika Serikat diakibatkan oleh ketegangan antara negara bagian bebas atau Pihak Serikat di utara dan negara bagian yang mendukung perbudakan atau Pihak Konfederasi di selatan. Langkah-langkah diplomasi tidak terjadi dengan baik karena masing-masing pihak melakukan pendekatan adu kekuatan militer.

Pelajaran yang dapat dipetik dari sudut pandang Diplomasi adalah bahwa Diplomasi yang dilaksanakan dengan tepat, dapat menjadi solusi pemecahan dalam menyelesaikan konflik antar negara yang berselisih dengan cara damai.


1 komentar

Anonim mengatakan...

Keren. Sy juga sempat pelajari masa perang sipil AS. Ratusan tahun sampai AS bisa seperti sekarang ini. Ini yg mungkin sedang dilalui prosesnya oleh Indonesia.

Manajemen Strategi

Manajemen Strategi Menurut David (2005), analisis lingkungan internal dan eksternal perlu dilakukan sebagai landasan organisasi untuk mene...